Kamis, 08 April 2021

PERBANDINGAN SISTEM PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI DI SINGAPURA, KOREA SELATAN DAN INDONESIA

Pengertian korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Tindak pidana korupsi telah ada sejak lama dengan berbagai metode dan modus operandi yang digunakan yang telah bertransformasi seiring dengan perkembangan zaman, namun tak menghilangkan makna dasar dari tindak pidana korupsi itu sendiri, yaitu perbuatan curang yang merugikan keuangan negara.

Sistem pencegahan dan lembaga pemberantas korupsi di Singapura

Singapura hanya memiliki satu lembaga anti korupsi yaitu CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau) sebagai organisasi baru yang independen dan terpisah dari lembaga kepolisian untuk melakukan penyidikan semua kasus korupsi. Hasilnya pun juga sudah terlihat jelas bahwa pemberantasan dan pencegahan korupsi di kedua negara tersebut cukup efektif dan efisien. Berdasarkan data CPI (Corruption Perception Indeks) yang bersumber dari Transparency Internasional Singapura memiliki skor 85 dan berada pada peringkat ke-3.

Di Singapura regulasi untuk mengatur mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan korupsi dibagi menjadi 2 regulasi yaitu Prevention of Corruption Act rumusan delik khusus dikalangan bisnis berupa penyuapan antara swasta dengan swasta, dan untuk pegawai negeri delik suap diambil dari KUHP Singapura, hal ini dikarenakan latar belakang negara Singapura adalah sebuah negara bisnis atau dagang.

CPIB Singapura disebut sebagai model investigatif. Karakteristik CPIB tergolong unik, yaitu dengan ukurannya yang relatif kecil yang menekankan pada fungsi investigatif dan arah pemberantasan disesuaikan dengan kebijakan besar pemerintah. Struktur organisasi CPIB Singapura, pada posisi puncak dijabat oleh seorang Direktur, Deputi Direktur, dan Asisten Direktur. Bagian di bawahnya ada 3 (tiga) divisi atau bagian, yaitu bagian operasi (operation), bagian bantuan operasi (operation support), bagian pencegahan (prevention).

Strategi pemberantasan korupsi di Singapura Strategi Singapura untuk pencegahan dan penindakan korupsi fokus terhadap empat hal utama, yaitu, Effective Anti-Corruption Agency; Effective Acts (or Laws); Effective Adjudication; dan Efficient Administration yang keseluruhan pilar tersebut dilandasi oleh strong political will against corruption dari pemerintah. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintahan dari People’s Action Party (PAP) setelah meraih kekuasaan pada bulan Juni 1959 di bawah Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Pada masa pemerintahan ini dibentuklah CPIB. Pada masa ini terdapat jumlah peningkatan korupsi dan salah satu cara untuk memeranginya adalah dengan menaikkan gaji pemimpin politik dan PNS.

Selain pemisahan lembaga dan political will yang kuat, kunci keberhasilan CPIB dalam penanganan tindak pidana korupsi yaitu komitmen yang kuat dan konsistensi dalam penanganan korupsi baik upaya preventif (pencegahan) maupun represif (penindakan). CPIB didirikan dengan wewenang yang besar dalam penindakan dan pencegahan. Contoh konkret yang dilakukan antara lain melakukan penyelidikan terhadap rekening bank, mengaudit harta kepemilikan, dan yang terpenting dapat melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mencegah tersangka melarikan diri dari proses penuntutan.

Dilihat dari segi budaya, Singapura dengan political will, kesadaran masayarakat dan sikap serta budaya profesionalisme sudah mendarah daging. Dari segi peraturan, bahwa regulasi di Singapura lebih membedakan pada pemilahan pelaku dari tindak pidana korupsi. Dari segi lembaga, Singapura hanya ada satu lembaga yang berwenang penuh dalam pemberantasan korupsi yaitu CPIB.

Sistem pencegahan dan lembaga pemberantas korupsi di Korea Selatan

Anti-corruption Training Institue (ACTI) adalah lembaga pelatihan untuk masyarakat dan penyelenggara negara agar memiliki integritas yang lebih baik dan menanamkan karakter antikorupsi. Ini adalah salah satu cara Korea Selatan untuk mencegah korupsi dengan memberikan mereka pengetahuan dan pelatihan.

ACTI juga memberikan pelatihan yang menyenangkan kepada masyakarat dan penyelenggara negara lewat sebuah konser musik, sebuah pertunjukan, diskusi menarik bersama tokoh masyarakat yang inspiratif. Kegiatan itu disebut dengan Integrity Concert, yaitu pelatihan integritas melalui medium seni. Pelatihan Integrity Concert sangat popular dan disenangi di Korea Selatan. Pelatihan itu menjadi menarik karena berbeda dengan jenis-jenis pelatihan yang ada sebelumnya yang terkesan membosankan dan akan membuat masyarakat mengantuk.

Dalam mengatur sektor swasta, ACRC (Anti-Corruption and Civil Rights Commission) membuat sebuah pedoman yang bernama Anti-corruption Guidelines for Companies yang harus diterapkan di seluruh perusahaan yang ada di Korea Selatan. Pedoman tersebut mengatur banyak hal yang dapat mencegah terjadinya korupsi di sektor swasta. Peraturan tersebut juga terintegrasi dengan aturan-aturan lain seperti kewajiban mengikuti pelatihan integritas dan mengikuti aturan gratifikasi.

Buku panduan tersebut mengatur banyak hal secara rinci. Seperti dorongan kepada setiap perusahaan untuk menggunakan kartu kredit untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dana perusahaan dan mencegah terjadinya suap dengan cara memberikan “hiburan” bagi penyelenggara Negara. Menurutnya dengan kartu kredit, semua transaksi dapat dipantau dengan baik.

Asset Recovery yang dilakukan di Korea Selatan terhadap barang-barang hasil tindak pidana. Penyidik Senior dari Kejaksaan Agung Korea Selatan Kim Hye Rin menjelaskan pengendalian aset di Korea Selatan dilakukan secara terdata secara online dalam sebuah sistem sehingga barang tersebut bisa dikelola dan dikendalikan dengan baik.

Perbandingan Sistem Pencegahan Tindak Korupsi di Singapura, Korea Selatan dan Indonesia

Berbeda dengan Singapura, seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa Singapura memiliki regulasi dimana lebih membedakan pada pemilahan pelaku dari tindak pidana korupsi. Sedangkan di Indonesia lebih membedakan pada delik yang terjadi. Indonesia dengan KUHP secara umum untuk setiap orang dan UU Nomor 20 tahun 2001 untuk delik Tindak Pidana Korupsi dan juga UU Nomor 8 tahun 2010 untuk delik Pencucian Uang.

Upaya pencegahan praktik korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara. Di samping itu, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Secara eksternal terdapat lemaga swadaya masyarakat seperti ICW (Indonesian Coruption Watch), tetapi dalam prakteknya lembaga-lembaga tersebut hanya mengawasi dalam lingkup terbatas. Dalam hal aliran dana keuangan, di Indonesia terdapat lembaga yang bertugas mengawasi aliran dana terutama dalam dunia Perbankan yaitu PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Dalam faktanya terdapat 3 lembaga yang secara nyata terlihat dalam penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia yaitu Kejaksaan, KPK, dan POLRI.

Dari penjabaran diatas, seakan ada tumpang tindih kewenangan dalam penanganan tindak pidana korupsi dalam satu negara. Selain itu di Indonesia tidak ada kejelasan lembaga mana yang harusnya paling dominan dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Hal inilah yang menjadi tanda tanya besar, seakan dalam penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia terjadi benturan dan saling rebut.

Ada 3 strategi yang dilakukan KPK dalam pencegahan tindak pindana korupsi, yaitu : pertama, strategi jangka pendek dengan memberikan arahan dalam upaya pencegahan. kedua, strategi menengah berupa perbaikan sistem untuk menutup celah korupsi. ketiga, strategi jangka panjang dengan mengybah budaya.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan segala kendala dalam pemberantasan korupsi dinilai kurang efektif jika di banding dengan negara lainnya. Upaya dan cara serta mekanisme pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan oleh Indonesia adalah kurang efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Berdasarkan data CPI yang bersumber dari Transparency Internasional Indonesia hanya memiliki skor sebesar 37 dengan peringkat key 102. Dari sini bisa kita lihat betapa jauh perbedaan yang terjadi di Indonesia dengan Singapura dan Korea Selatan.

         Dilihat dari segi budaya, kesadaran masyarakat Indonesia dan political will dari pemerintah masih belum maksimal sehingga sebagian masyarakat Indonesia menganggap korupsi merupakan hal yang wajar dan dalam penanganannya masih kurang profesional atau terkesan masih setengah-setengah. Dari segi lembaga, Indonesia memiliki tiga lembaga yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan KPK yang terkesan mempunyai kewenangan sejajar dan sama dalam penanganan korupsi, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan.


Referensi :

https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/392-beda-korsel-dan-indonesia-berantas-korupsi

https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/1482-tiga-strategi-mencegah-korupsi

www.transparency.org

Hariadi, Tanjung Mahardika. Hergia Lukman Wicaksono. 2013. PERBANDINGAN PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI NEGARA SINGAPURA DAN Indonesia. Recidive. Volume 2 No. 3 Sept.- Desember 2013. 265-279.


Jumat, 26 Maret 2021

Daubert Case dan Tabel Perbandingan Antara Kode Etik Profesi Akuntan Publik dengan Kode Etik Pedoman Perilaku KPK

 DAUBERT CASE

Kasus Daubert (Daubert Case) adalah kasus yang dibawa oleh dua anak yang lahir dengan cacat lahir yang mereka klaim disebabkan oleh obat antimual, Bendectin. Satu-satunya obat yang disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) untuk wanita hamil, telah diberikan kepada lebih dari 17.500.000 wanita sebelum dikeluarkan dari pasaran. Pengacara Penggugat berpendapat bahwa ribuan anak yang lahir cacat lahir dari ibu yang menggunakan Bendectin dan ini membuktikan bahwa Bendectin menyebabkan cacat lahir. Meskipun studi ekstensif tidak menunjukkan Bendectin memiliki efek teratogenik, penggugat memiliki "ahli" yang tidak setuju dengan studi ini, berdasarkan pekerjaan mereka sendiri yang tidak dipublikasikan dan belum ditinjau. Dengan menggunakan para ahli ini, penggugat telah mengajukan banyak kasus terhadap produsen, Merrell Dow Pharmaceuticals.

Kasus Daubert mengaktifkan apakah Bendectin, obat antimual untuk wanita hamil, menyebabkan cacat lahir yang tidak spesifik. Seperti semua kasus yang melibatkan cacat lahir non-spesifik, masalah ilmiah utama adalah menyortir cacat yang diduga disebabkan oleh teratogen dari tingkat latar belakang cacat lahir yang tinggi (1-6%, tergantung pada tingkat keparahan). Semua studi ilmiah formal menunjukkan tidak ada korelasi antara asupan Bendektin oleh ibu hamil dan cacat lahir pada anaknya. Penggugat memiliki seorang ahli yang memenuhi syarat dengan pelatihan dan pengalaman - standar utama pra-Daubert - tetapi yang metode analisis datanya tidak diterima oleh ilmuwan lain dan belum menjadi sasaran tinjauan sejawat dalam literatur. Pengadilan persidangan mengecualikan bukti, menyatakan bahwa aturan federal mengharuskan hakim untuk bertindak sebagai "penjaga gerbang" untuk mencegah juri mendengarkan bukti yang tidak dapat diandalkan atau bukti yang nilainya melebihi sifat prasangka. Juri prasangka sangat penting dalam kasus Daubert karena daya tarik emosional dari penggugat kelahiran bayi yang terluka. Hakim tahu bahwa jika ada bukti yang mendukung perkara penggugat, akan sangat sulit bagi juri untuk menemukan penggugat. Ini menciptakan tugas khusus untuk memastikan bahwa bukti penggugat valid secara ilmiah.

Penggugat tidak berhasil dalam tuntutan hukum Bendectin pada saat kasus Daubert, tetapi biaya pembelaannya sangat tinggi sehingga Merrell Dow telah mengeluarkan obat itu dari pasar. Para penggugat diasumsikan bahwa mereka pada akhirnya akan mendapatkan penyelesaian yang substansial dari Merrell Dow, baik karena mereka pada akhirnya akan memenangkan salah satu kasus, atau hanya untuk mengakhiri biaya pembelaan. Dalam kasus Daubert, hakim pengadilan memutuskan bahwa ahli penggugat tidak dapat dipercaya karena bukti mereka tidak memenuhi persyaratan uji Frye untuk dapat diterima secara umum. Temuan seperti itu sangat penting bagi pembela karena menghentikan gugatan sebelum biayanya terlalu tinggi, ditambah menghilangkan kemungkinan putusan simpati dari juri.

Penggugat mengajukan banding, mengklaim bahwa aturan bukti federal yang direvisi menghapus aturan Frye dan mengizinkan penyajian bukti yang tidak diterima secara umum oleh komunitas medis atau ilmiah. Pengadilan banding menguatkan keputusan hakim persidangan dan penggugat mengajukan banding ke Mahkamah Agung AS.


Tabel Perbandingan Antara Kode Etik Profesi Akuntan Publik dengan Kode Etik Pedoman Perilaku KPK

Profesi Akuntan Publik

KPK

            1.      Integritas

Bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis. Integritas menyiratkan berterus terang dan selalu mengatakan yang sebenarnya.

            1.      Integritas

Berperilaku dan bertindak secara jujur dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan fakta dan kebenaran. Mematuhi dan melaksanakan peraturan komisi dan/atau memegang sumpah/janji sebagai Insan Komisi. Menjaga citra, harkat, dan martabat Komisi di berbagai forum, baik formal maupun informal di dalam maupun di luar negeri. Memiliki komitmen dan loyalitas kepada Komisi serta menyampingkan kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan dalam pelaksanaan tugas.

            2.      Objektivitas

tidak mengompromikan pertimbangan profesional atau bisnis karena adanya bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain. Anggota tidak boleh melakukan aktivitas profesional jika suatu keadaan atau hubungan terlalu memengaruhi pertimbangan profesionalnya atas aktivitas tersebut.

            2.      Sinergi

Bersedia bekerja sama dan membangun kemitraan yang harmonis dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menemukan dan melaksanakan solusi terbaik, bermanfaat, dan berkualitas. Saling berbagi informasi, pengetahuan, dan data untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi kecuali yang bersifat rahasia atau yang harus dirahasiakan.

            3.      Kompetensi dan kehati-hatian    

Pemberian jasa kepada klien dan organisasi tempatnya bekerja dengan kompetensi profesional mensyaratkan Anggota untuk menggunakan pertimbangan yang baik dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional ketika melakukan aktivitas profesional. Menjaga kompetensi profesional mensyaratkan suatu kesadaran yang berkelanjutan dan pemahaman atas perkembangan teknis, profesional, serta bisnis yang relevan. Pengembangan profesional berkelanjutan memungkinkan Anggota untuk mengembangkan dan mempertahankan kemampuan bekerja secara kompeten dalam lingkungan profesional.

            3.      Keadilan

Unsur-unsur Keadilan meliputi penghormatan terhadap asas kepastian hukum, praduga tak bersalah, dan kesetaraan di hadapan hukum, serta hak asasi manusia. Perilaku yang diharapkan bagi insan komisi seperrti mengakui persamaan derajat dan menghormati hak serta kewajiban setiap Insan Komisi. Memenuhi kewajiban dan menuntut hak secara berimbang. Menerapkan prinsip kesetaraan di hadapan hukum. Tidak bersikap diskriminatif atau menunjukkan keberpihakan atau melakukan pelecehan terhadap perbedaan ras, jenis kelamin, agama, asal kebangsaan, kemampuan fisik atau mental, usia, status pernikahan, atau status sosial ekonomi dalam pelaksanaan tugas.

            4.      Kerahasiaan

Anggota harus mematuhi prinsip kerahasiaan, yang mensyaratkan Anggota untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis. Anggota juga harus Mewaspadai terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, termasuk dalam lingkungan sosial, dan khususnya kepada rekan bisnis dekat, anggota keluarga inti, atau keluarga dekat; Menjaga kerahasiaan informasi di dalam Kantor atau organisasi tempatnya bekerja; Menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien atau organisasi tempatnya bekerja;

            4.      Profesionalisme

Unsur-unsur Profesionalisme meliputi kecakapan/kompetensi dalam bidang tertentu terkait dengan pekerjaan, dorongan untuk meningkatkan kompetensi, ketaatan untuk bekerja sesuai aturan dan standar, objektivitas, independensi, kesungguhan dan keterukuran dalam bekerja, tanggung jawab, kerja keras, produktivitas, dan inovasi. Kode Etik dari Nilai Dasar Profesionalisme tercermin dalam Pedoman Perilaku bagi Insan Komisi adalah Bekerja sesuai prosedur operasional standar (Standard Operating Procedure/SOP). Menolak perintah atasan yang bertentangan dengan prosedur operasional standar (Standard Operating Procedure/SOP) dan norma hukum yang berlaku. Menghargai perbedaan pendapat dan terbuka terhadap kritik serta saran yang membangun.

            5.      Perilaku profesional

Anggota harus mematuhi prinsip perilaku profesional, yang mensyaratkan Anggota untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghindari perilaku apapun yang diketahui atau seharusnya diketahui yang dapat mendiskreditkan profesi. Anggota tidak boleh terlibat dalam bisnis, pekerjaan, atau aktivitas apapun yang diketahui merusak atau mungkin merusak integritas, objektivitas, atau reputasi baik dari profesi, dan hasilnya tidak sesuai dengan prinsip dasar etika. Perilaku yang mungkin mendiskreditkan profesi termasuk perilaku yang menurut pihak ketiga yang rasional dan memiliki informasi yang memadai, sangat mungkin akan menyimpulkan bahwa perilaku tersebut mengakibatkan pengaruh negatif terhadap reputasi baik profesi.

         5.      Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan dan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan serta keberanian untuk mengambil keputusan tepat pada waktunya yang dapat dipertanggungjawabkan. Perilaku yang diharapkan dari para insan komisi seperti Menunjukkan penghargaan dan kerja sama dengan seluruh lembaga dan aparatur negara untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atasan wajib memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menunaikan ibadah ketika rapat kerja atau tugas kedinasan sedang berlangsung. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi.



Referensi :

Minggu, 21 Maret 2021

CORRUPTION PERCEPTION INDEKS

Corruption Perception Indeks atau Indeks Persepsi Korupsi (CPI) adalah indeks yang diterbitkan setiap tahun oleh Transparency International yang berbasis di Berlin sejak 1995 yang memberi peringkat negara-negara "berdasarkan tingkat korupsi sektor publik yang mereka rasakan, sebagaimana ditentukan oleh penilaian ahli dan survei opini." The Corruption Perceptions Index (CPI) CPI umumnya mendefinisikan korupsi sebagai "penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi".

Transparansi Internasional adalah gerakan global yang bekerja di lebih dari 100 negara untuk mengakhiri ketidakadilan korupsi.

Kami fokus pada masalah dengan dampak terbesar pada kehidupan orang-orang dan meminta pertanggungjawaban yang kuat untuk kebaikan bersama. Melalui advokasi, kampanye dan penelitian kami, kami bekerja untuk mengekspos sistem dan jaringan yang memungkinkan korupsi berkembang, menuntut transparansi dan integritas yang lebih besar di semua bidang kehidupan publik.

CPI 2020, yang diterbitkan pada Januari 2021, saat ini memeringkat 180 negara "dalam skala dari 100 (sangat bersih) hingga 0 (sangat korup)" berdasarkan situasi antara Mei 2019 dan Mei 2020. Dalam daftar tersebut New Zealand, Denmark, Finlandia, Selandia Baru, Swedia, Singapura dan Swiss dianggap sebagai 6 teratas negara paling tidak korup di dunia, peringkat tinggi secara konsisten di antara transparansi keuangan internasional, sementara negara yang paling korup di dunia adalah Somalia dan Sudan Selatan yang menempati posisi 2 terakhir dengan skor 12.

Sedangkan negara kita Indonesia berada pada peringkat ke 102 dengan skor 37. Ini merupakan sebuah penurunan karena pada tahun 2019 Indonesia masih mendapatkan skor 40. Sementara itu Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), J. Danang Widoyoko, menjelaskan bahwa turunnya skor CPI Indonesia tahun 2020 ini didasarkan oleh sejumlah indikator penyusun CPI 2020, dimana lima indikator diantaranya merosot dibanding temuan tahun lalu (kpk.go.id).


GLOBAL CORRUPTION BAROMETER

Global Corruption Barometer adalah lembaga yang melakukan survei kepada masyarakat di seluruh dunia mengenai korupsi yang terjadi di negaranya.  Sejak diluncurkan pada tahun 2003, Barometer Korupsi Global telah mensurvei pengalaman masyarakat sehari-hari dalam menghadapi korupsi di seluruh dunia.

Melalui Barometer Korupsi Global kami, puluhan ribu orang di seluruh dunia ditanyai tentang pandangan dan pengalaman mereka, menjadikannya satu-satunya survei opini publik di seluruh dunia tentang korupsi. Contoh pertanyaan survei yang dilakukan yaitu mengenai : Apakah Anda sudah membayar suap? Apakah korupsi meningkat di negara Anda? Apakah pemerintah Anda secara efektif menangani korupsi?. Pendapat itulah yang ingin di dengar untuk dijadikan sebuah informasi.

Hasil dari Transparency Internasional (TI) menyatakan bahwa dari suap hingga penggunaan koneksi pribadi, dari pembelian suara hingga pemerkosaan, korupsi mengambil banyak bentuk di Asia. Terlepas dari perbedaan sosial-ekonomi dan politik yang besar, korupsi tetap menjadi salah satu tantangan utama di seluruh Asia, diperparah oleh pandemi COVID-19 dan konsekuensi kesehatan dan ekonominya yang signifikan.

Dalam Barometer Korupsi Global (GCB) terbaru kami - Asia, warga negara sangat sadar akan korupsi di seluruh kawasan: 74% dari 20.000 peserta survei percaya bahwa korupsi pemerintah adalah masalah besar di negara mereka, dan 1 dari 5 orang yang menggunakan layanan publik dalam 12 bulan sebelumnya membayar suap.


Dari grafik di atas terlihat bahwa korupsi pemerintah yang dialami oleh negara Indonesia sebesar 92%. Hal ini membuktikan bahwa masalah terbesar korupsi di Indonesia adalah korupsi pemerintah.


BRIBE PAYERS INDEKS

Bribe Payers Indeks adalah lembaga yang melakukan survei kepada para eksekutif perusahaan. Indeks Pembayar Suap adalah klasifikasi dari 30 negara pengekspor, berdasarkan tempat pemberian suap oleh perusahaan, kepada pihak-pihak di luar negara asal mereka. Survei tersebut meneliti pemberian suap oleh perusahaan yang berbasis di salah satu dari 30 negara pengekspor utama (di tingkat regional atau global).

Indeks tersebut didasarkan pada Executive Opinion Survey (EOS) yang dilakukan oleh World Business Forum. Forum Bisnis Dunia bertanggung jawab atas koordinasi penelitian dan pengendalian kualitas data, tetapi Forum mengandalkan jaringan lembaga yang melakukan penelitian di tingkat lokal. Mitra Forum termasuk departemen bisnis universitas nasional, pusat penelitian independen dan / atau organisasi bisnis.

Indeks tersebut didasarkan pada dua pertanyaan, yang ditujukan kepada para eksekutif di perusahaan yang berbeda. Pertanyaan tersebut merujuk pada praktik yang berbeda dari perusahaan asing di negara mereka. Untuk mengevaluasi tawaran suap, para eksekutif ditanyai pertanyaan-pertanyaan berikut :

1.      Dari daftar negara di bawah ini, pilih kewarganegaraan dari perusahaan asing yang memiliki tingkat bisnis yang signifikan di negara Anda.

2.      Menurut pengalaman Anda, sejauh mana perusahaan dari negara tertentu melakukan pembayaran tidak resmi atau memberikan suap?

Berdasarkan jawaban yang dikumpulkan, negara diklasifikasikan dalam skala 1 sampai 10 (1 = suap adalah kejadian biasa, 10 = tidak ada suap). Rata-rata tiap negara dihitung berdasarkan jumlah evaluasi yang ditawarkan oleh responden, tanpa menyertakan evaluasi untuk negara sendiri. Negara diklasifikasikan berdasarkan skor rata-rata yang diperoleh masing-masing negara.

Berdasarkan hasil survei dan dipublikasikan oleh Transparency International, Belanda, Swiss dan Belgia menempati peringkat 3 besar dengan skor masing-masing sebesar 8.8, 8.8 dan 8.7. sedangkan Indonesia berada pada peringkat ke 25 dengan skor 7.1.


POLITICAL AND ECONOMIC RISK CONSULTANCY (PERC)

The Political & Economic Risk Consultancy (PERC) Limited adalah perusahaan konsultan yang mengkhususkan diri dalam menyediakan informasi dan analisis bisnis strategis untuk perusahaan yang melakukan bisnis di Asia Timur dan Tenggara. PERC membuat serangkaian laporan risiko di negara-negara Asia, memberikan perhatian khusus pada variabel sosial-politik penting seperti korupsi, risiko hak kekayaan intelektual, kualitas tenaga kerja, dan kekuatan dan kelemahan sistemik lainnya dari masing-masing negara Asia.

The Asian Intelligence Report oleh PERC adalah laporan independen dua mingguan tentang bisnis dan politik Asia. Dalam laporan Annual Review of Corruption in Asia, memberikan gambaran umum tentang tren korupsi di Asia dan analisis rinci tentang situasi korupsi di setiap negara.

Negara-negara yang tercakup dalam Laporan Korupsi di Asia tahun 2018 dari PERC ditunjukkan di    bawah ini. Laporan terbaru didasarkan pada survei terhadap 1.802 eksekutif manajemen menengah dan senior nasional dan ekspatriat yang bekerja di Asia, AS dan Australia. Setiap negara memiliki data yang dikumpulkan dari setidaknya 100 responden yang bekerja di negara-negara tersebut, kecuali Kamboja (dari mana kami memiliki 97 responden). PERC mengumpulkan data antara Januari 2018 dan minggu ketiga Maret 2018. 

Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa Singapura memiliki angka yang paling rendah yaitu sebesar 1.90 sedangkan Indonesia masih diurutan 3 terbawah dengan angka 7.57. Hal ini menandakan bahwa tingkat korupsi yang terjadi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di Singapura. Selain itu, kamboja menjadi negara dengan angka tertinggi tingkat korupsi berdasarkan laporan dari PERC.


GLOBAL COMPETITIVENESS INDEKS

Laporan Daya Saing Global atau Global Competitiveness Report adalah laporan tahunan dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum). Laporan tahun 2006-2007 memasukan 125 negara. Laporan ini "menyoal kemampuan negara-negara untuk menyediakan kemakmuran tingkat tinggi bagi warga negaranya". Hal ini tergantung dari seberapa produktif sebuah negara menggunakan sumber daya yang tersedia. Indeks ini digunakan oleh banyak kalangan akademisi.

Peringkat daya saing global Indonesia dalam Global Competitiveness Index 2019 turun lima peringkat berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum). Seperti dikutip dalam laporan tersebut, Rabu (9/10/2019) Indonesia menduduki peringkat ke 50 dunia, dari yang sebelumnya posisi ke 45. Posisi tersebut sangat jauh tertinggal dengan negara kawasan lain seperti Singapura yang menduduki posisi pertama dunia, Malaysia di posisi ke 27 dan Thailand di posisi ke 40. Namun, meski turun dari segi peringkat, secara keseluruhan aspek yang dinilai, skor Indonesia hanya turun 0,3 poin dengan total nilai skor keseluruhan 64,6 poin (Kompas.com).

Referensi :

https://www.transparency.org/en/cpi/2020/index/sdn

https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk/2040-corruption-perception-index-cpi-2020-skor-indonesia-menurun

https://en.wikipedia.org/wiki/Corruption_Perceptions_Index

https://www.transparency.org/en/gcb/asia/asia-2020

https://www.transparency.org.ro/en/tiropage/bribe-payers-index-2011

https://www.cpib.gov.sg/research-room/political-economic-risk-consultancy

https://money.kompas.com/read/2019/10/10/051323226/indeks-daya-saing-global-indonesia-turun-menjadi-50-dunia

Jumat, 12 Maret 2021

Contoh Kasus dalam Audit Forensik

KASUS PT TELKOM DENGAN PT ARIA WEST INTERNASIONAL

Perselisihan antara Telkom dengan Aria West terjadi setelah berakhirnya kesepakatan yang dituangkan dalam MOU untuk mengantisipasi terhambatnya pelaksanaan pembangunan jaringan sst akibat krisis ekonomi pada tahun 1997. Pihak Aria West dituduh Telkom tidak mau melaksanakan kewajibannya sesuai KSO dan tidak mau membayar hak Telkom sebesar Rp. 509 milyar, sedangkan Telkom dituduh Aria West selalu melakukan intervensi terhadap manajemen Aria West dan melanggar KSO. Telkom akhirnya secara sepihak memutus perjanjian KSO, sehingga Aria West menggugat Telkom di Arbitrase Internasional sebesar US$ 1,3 milyar .

Telkom cidera janji

Pernyataan pihak AWI ini agaknya ingin menegaskan kembali posisi PT Telkom yang dianggap telah cidera janji dalam kontrak KSO (kerjasama operasi). Sebelumnya,  pada 1 April 2001 AWI mengeluarkan rilis yang menyatakan pihaknya akan menyetop pembayaran pendapatan ke Telkom. Ini terkait dengan tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban Telkom dalam kontrak KSO.

Tidak memiliki bukti

Sedangkan menurut Telkom, mereka telah memenuhi target 107.536 SST dan bahkan realisasinya telah melebihi target. Seperti diberitakan Kompas, Presiden Komunikasi Telkom, D. Amarudien, sejak November 1995 telah terbangun sebanyak 152.940 SST atau ALU (access line unit). Ditambah lagi, semua bukti-buktinya telah diserahterimakan kepada Direksi AWI pada 16 Juli 1997.

Ketika hal ini dikonfirmasikan ke AWI, mereka menyatakan berkas-berkas yang diserahkan Telkom pada 1997 itu hanyalah merupakan klaim, bukan bukti realisasi proyek. Terlebih lagi, AWI menganggap berkas-berkas tersebut tidak disertai dengan data pendukung yang cukup.

Dan tidak seperti yang diberitakan di beberapa media, Denni mengungkapkan bahwa pembayaran MTR yang dihentikan hanya sebesar 25% dari jumlah yang seharusnya. Sejak 1996 AWI membayar MTR kepada Telkom sebesar Rp340 miliar. AWI menghentikan pembayaran pendapatan atas saham tambahan kepada Telkom itu sebagai upaya untuk mengembalikan kelebihan pembayaran.

Negosiasi buy out tersendat

Sebagai pilihan lain untuk menyelesaikan sengketa dengan Telkom, AWI saat ini tengah serius menjajaki opsi buy out. Akan tetapi, lagi-lagi negosiasi buy out pun berjalan tersendat. Pasalnya, harga yang diajukan Telkom sangat jauh terpaut dengan yang diinginkan AWI.

Untuk transaksi buy out ini, AWI mengajukan nilai AS$ 1,3 miliar, sedangkan Telkom di lain pihak merasa cukup dengan angka AS$ 260 juta. Nilai transaksi kedua mitra bisnis ini memang terpaut sangat jauh. Argumen Telkom yang menyertai angka AS$ 260 juta mengacu pada penilaian kinerja AWI.

Di sisi lain, AWI menyatakan jumlah itu masih jauh dari hasil proyeksi ABN Amro atas transaksi itu, yaitu sebesar AS$ 675 juta. ABN Amro dalam hal ini, menurut AWI, merupakan konsultan independen yang tidak ada hubungan bisnis dengan AWI dan juga Telkom. "Jadi penilaiannya pasti objektif," tegas Denni .

Sebenarnya, saat kontrak KSO ditandatangani pada 1995, AWI dan Telkom sepakat untuk melakukan kerjasama sampai dengan 2010. Kemudian di tengah jalan, lahirlah UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sehingga pemerintah menawarkan mitra KSO Telkom lima opsi, yaitu modifikasi perjanjian, joint venture dengan Telkom atau Indosat, lisensi, dan yang terakhir buy out.

Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West Internasional (AWI) melalui proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom pada Tahun 2003. Dalam sangketa ini, Awi menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaikan dilakukan di luar pengadilan. PT Telkom Memberikan tawaran saham kepada PT Aria West Internasional.

Telkom bersedia membeli Aria West senilai US$ 184,5 juta dengan persyaratan adanya keringanan pajak dan restrukturisasi hutang Aria West senilai US$ 270 juta yang harus dirampungkan sebelum 30 Agustus 2002. Pemegang saham Aria West dengan para kreditornya gagal menyepakati restrukturisasi hutang sampai batas waktu 30 Agustus 2002, kasus berlanjut di arbitrase internasional.

Pada tanggal 1 Agustus 2003  Telkom selesaikan pembelian Aria West senilai US$ 167,77 juta setelah Aria West mencabut gugatannya di ICC dengan ketentuan sebagai berikut:

1) US$ 58,67 juta dibayar secara tunai (US$ 20 juta telah dibayarkan pada saat penandatanganan perjanjian jual beli bersyarat pada bulan Mei 2002

  2) US$ 109,1 juta akan dibayar dengan promes (tanpa bunga) dalam 10 kali angsuran untuk tiap semester

3) Telkom menilai aset Aria West sebesar US$ 160 juta – 180 juta

4) Aria West yang merupakan perusahaan gabungan Artimas Kencana Murni (52,5%), AT&T (35%) dan Asia Infrastructure Fund (12,5%) telah membangun 290 sst

 

Referensi :


KASUS AYAM GORENG SUHARTI

Yogyakarta menjadi saksi kelahiran aneka makanan legendaris termasuk Ayam Goreng Suharti. Perempuan ini mendapat peran untuk bisa lahir dan besar di daerah istimewa ini.

Bersama dengan sang suami, Suharti melihat peluang besar untuk mencoba berjualan ayam goreng.

Semula ia menjual dalam jumlah sedikit dan melalui pintu ke pintu. Tahun 1962 menjadi saksi perjuangannya dengan penggunaan nama Mbok Berek dalam merek dagangannya.

Setelah melihat banyak kemajuan dari usaha yang digelutinya, Suharti memberanikan diri untuk melepas nama Mbok Berek dan menggunakan namanya sendiri. Selang 10 tahun, Ayam Goreng Suharti pun berdiri pertama kali di Jalan Sucipto No. 208, Yogyakarta. Bangunan tersebut menjadi saksi dan pusat perdagangan bisnis kuliner milik Suharti.

Semakin sukses usaha yang dijalani Suharti, ada saja masalah yang menghampirinya. Ternyata ia dikhianati sang suami yang membawa lari semua usahanya yang sudah mereka rintis sejak awal. Semua cabang yang sudah dibuka pun diakuisisi oleh suaminya.

Hal tersebut dipicu oleh kehadiran orang ketiga yang berhasil menggoda sang suami, Sachlan. Suharti merelakan kejadian pahit tersebut dan memberanikan diri untuk membuka kembali gerai ayam gorengnya di Semarang.

Dengan keberaniannya, Suharti bangkit di tahun 1991, dan membuat logo baru yang tidak bisa ditiru oleh orang lain. Ia menggunakan fotonya sendiri dalam kuliner ayam goreng legendaris ini.


Referensi :

KASUS PT ASIAN AGRI GROUP

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah.

Bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen.

Terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun.mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar.mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun.Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periodeAsian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri

Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.


Referensi :

Sabtu, 23 Januari 2021

Daftar UMP 34 Provinsi di Indonesia

 Daftar Lengkap UMP 2021

Merujuk pada hal tersebut, berikut besaran UMP 2021 di 34 provinsi:

1. Nangroe Aceh Darussalam Rp 3.165.030

2. Sumatera Utara Rp 2.499.422

3. Sumatera Barat Rp 2.484.041

4. Sumatera Selatan Rp 3.043.111

5. Riau Rp 2.888.563

6. Kepulauan Riau Rp 3.005.383

7. Jambi Rp 2.630.161

8. Bangka Belitung Rp 3.230.022

9. Bengkulu Rp 2.213.604

10. Lampung Rp 2.431.324

11. DKI Jakarta Rp 4.276.349

12. Banten Rp 2.460.968

13. Jawa Barat Rp 1.810.350

14. Jawa Tengah Rp 1.742.015

15. Jawa Timur Rp 1.768.777

16. DIY Rp 1.704.607

17. Bali Rp 2.493.523

18. NTB Rp 2.183.883

19. NTT Rp 1.945.902

20. Kalimantan Selatan Rp 2.877.447

21. Kalimantan Timur Rp 2.981.378

22. Kalimantan Barat Rp 2.399.698

23. Kalimantan Tengah Rp 2.890.093

24. Kalimantan Utara Rp 3.000.803

25. Sulawesi Selatan Rp 3.103.800

26. Sulawesi Utara Rp 3.310.722

27. Sulawesi Tenggara Rp 2.552.014

28. Sulawesi Tengah Rp 2.303.710

29. Sulawesi Barat Rp 2.571.328

30. Gorontalo Rp 2.586.900

31. Maluku Rp 2.604.960

32. Maluku Utara Rp 2.721.530

33. Papua Rp 3.516.700

34. Papua Barat Rp 3.184.225


Sumber : https://www.liputan6.com/bisnis/read/4393030/tak-naik-berikut-daftar-lengkap-ump-2021-di-34-provinsi