Jumat, 19 April 2019

PT KAI


SEKILAS PT KERETA API INDONESIA
PT Kereta Api Indonesia (Persero) (disingkat KAI atau PT KAI) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT KAI meliputi angkutan penumpang dan barang.
KAI didirikan sesuai dengan akta tanggal 1 Juni 1999 No. 2 yang dibuat dihadapan Imas Fatimah, S.H., Sp.N., Notaris di Jakarta, dan kemudian diperbaiki kembali sesuai dengan akta tanggal 13 September 1999 No. 14. Akta pendirian tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusan tanggal 1 Oktober 1999 No. C-17171 HT.01.01.TH.99 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 14 Januari 2000 No. 4 Tambahan No. 240/2000. Pemegang saham mayoritas Perseroan 100% milik Pemerintah Republik Indonesia.
Sejak KAI berstatus menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 maka representasi pemegang saham dilakukan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemegang Saham Utama Perusahaan. Sampai dengan akhir tahun 2015, KAI tidak melakukan perdagangan saham sehingga tidak ada informasi terkait dengan jumlah saham yang beredar, kapitalisasi pasar, harga saham tertinggi, harga saham terendah dan harga saham penutupan serta volume saham yang diperdagangkan.

PROFIL PT KERETA API INDONESIA
KAI telah menetapkan berbagai strategi dan program untuk Menjadi Solusi Transportasi Terbaik di Indonesia melalui pengembangan dan inovasi berbagai layanan dalam membangun konektivitas transportasi multimoda yang memudahkan pelanggannya. Riwayat KAI dibagi menjadi tiga periode, yaitu (1) masa kolonial, (2) sebagai lembaga pelayanan publik, dan (3) sebagai perusahaan jasa. Pada masa kolonial, industri perkeretaapian dimulai pada tahun 1864 ketika Namlooze Venootschap Nederlanche Indische Spoorweg Maatschappij memprakarsai pembangunan jalan kereta api dari Semarang ke Surakarta, Jawa Tengah. Sejak itu tiga perusahaan lain berinvestasi membangun jalurjalur kereta api di dalam dan luar Pulau Jawa. Perusahaan yang terlibat dalam industri kereta api zaman kolonial adalah Staat Spoorwegen, Verenigde Spoorwegenbedrifj, dan Deli Spoorwegen Maatscappij.
Periode sebagai lembaga pelayanan publik bermula pada masa awal kemerdekaan Indonesia, yaitu pada tanggal 25 Mei 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1963, pemerintah Republik Indonesia membentuk Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada 15 September 1997 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1971, PNKA diubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Dengan status sebagai Perusahaan Negara dan Perusahaan Jawatan, KAI saat itu beroperasi melayani masyarakat dengan dana subsidi dari pemerintah.
Babak baru pengelolaan KAI dimulai ketika PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990. Dengan status barunya sebagai perusahaan umum, Perumka berupaya untuk mendapatkan laba dari jasa yang disediakannya. Untuk jasa layanan penumpang, Perumka menawarkan tiga kelas layanan, yaitu kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi.
Pada tanggal 31 Juli 1995 Perumka meluncurkan layanan kereta api penumpang kelas eksekutif dengan merek Kereta Api Argo Bromo JS-950 dan dikembangkan menjadi Kereta Api (KA) Argo Bromo Anggrek yang dioperasikan sejak tanggal 24 September 1997. Pengoperasian KA Argo Bromo Anggrek mengawali pengembangan KA merek Argo lainnya, seperti KA Argo Lawu, KA Argo Mulia, dan KA Argo Parahyangan. Untuk mendorong Perumka menjadi perusahaan bisnis jasa, pada tanggal 3 Februari 1998 pemerintah menetapkan pengalihan bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998. Dengan status barunya, KAI beroperasi sebagai lembaga bisnis yang berorientasi laba. Untuk tetap menjalankan sebagian misinya sebagai organisasi pelayanan publik, pemerintah menyediakan dana Public Service Obligation (PSO).
KAI pada awalnya hanya melaksanakan kegiatan usaha layanan jasa perkeretaapian, namun seiring dengan dinamika dunia usaha dan berkembangnya tuntutan pasar, KAI saat ini juga melaksanakan kegiatan usaha penunjang lainnya dengan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Yaitu meliputi antara lain pengelolaan properti yang terkait dengan jasa kereta api, pariwisata berbasis kereta api, restoran di kereta api (on train services) dan di stasiun, termasuk jasa catering dan distribusi logistic. Dalam menjalankan bisnisnya, KAI terus berupaya menerapkan standar terbaik di bidangnya berdasarkan sistem manajemen yang berlaku.

Dasar Hukum Pendirian
1 Juni 1999 sesuai Akta Notaris Imas Fatimah, S.H., Sp.N., No. 2
Kepemilikan
• Pemerintah Republik Indonesia 100%
Pencatatan di Bursa Saham  : N/A
Kode Saham : N/A
Modal Dasar : Rp9.880.000.000.000 (Sembilan triliun delapan ratus delapan puluh miliar Rupiah)
Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh
Rp3.296.547.000.000 (Tiga triliun dua ratus sembilan puluh enam miliar lima ratus empat puluh tujuh juta Rupiah)
Jaringan Usaha
    9 Daerah Operasi (DAOP)
    3 Divisi Regional (DIVRE)
    3 Sub Divisi Regional (SUBDIVRE)
    5 Balai Yasa

LAYANAN
PT Kereta Api Indonesia memberikan layanan kereta api penumpang dan barang. Hampir semua jalur yang beroperasi memiliki layanan angkutan kereta api penumpang yang dijalankan secara teratur.
1.      Kereta penumpang
Kapasitas angkut penumpang yang disediakan PT Kereta Api Indonesia di Jawa dan Sumatra adalah sebanyak 106.638 tempat duduk per hari dengan rasio kelas eksekutif (30%), bisnis (22%), dan ekonomi (59%). Bila tempat duduk dikaitkan dengan jarak tempuh, maka total kapasitas melambung menjadi sebanyak 41.528.450 tempat duduk per kilometer per hari dengan rasio kelas eksekutif (39%), kelas bisnis (25%), dan kelas ekonomi (58%).
1)      Kelas Eksekutif
Kelas Eksekutif adalah kelas layanan tertinggi PT Kereta Api Indonesia, yaitu dengan kereta penumpang berkapasitas 50 orang per kereta. Layanan yang disediakan adalah tempat duduk yang bisa diatur, pendingin udara, hiburan audio visual dan layanan makanan.
Awalnya, kelas eksekutif dibedakan menjadi dua, yaitu kelas Argo dan kelas Satwa. Perbedaan antara dua kelas ini terletak pada nama kereta, jenis armada yang digunakan, dan tingkat kenyamanan pada masing-masing layanan. Namun, saat ini layanan kelas Argo dan Satwa telah disamakan sehingga hanya terdapat kelas Eksekutif saja.
2)      Kelas Campuran
Kelas campuran adalah kelas layanan kedua tertinggi, dengan kereta penumpang kelas eksekutif (50 penumpang), bisnis AC (64 Penumpang) dan ekonomi AC (80-106 Penumpang
3)      Kelas Ekonomi
Dalam rangka pemerataan pelayanan kepada semua lapisan masyarakat, selain mengoperasikan sejumlah kereta api komersial yang berfungsi sebagai subsidi silang pada pelayanan kereta api kelas ekonomi,
4)      Komuter
Komuter adalah kereta api yang beroperasi dalam jarak dekat, menghubungkan kota besar dengan kota-kota kecil di sekitarnya atau dua kota yang berdekatan. Penumpang kereta ini kebanyakan adalah para penglaju bermobilitas tinggi yang pergi-pulang dalam sehari, misalnya ke tempat kerja atau sekolah. Tidak mengherankan apabila frekuensi perjalanan komuter termasuk tinggi dan jumlah penumpangnya juga paling banyak dibanding kereta jenis lainnya.
5)      Kereta api bandara
PT Kereta Api Indonesia menyediakan layanan kereta bandara yang menghubungkan stasiun-stasiun sekitar hingga ke bandara baik yang dioperasikan sendiri maupun yang dioperasikan oleh PT Railink. Moda transportasi ini sangat berguna karena mengurangi jumlah kepadatan kendaraan menuju bandara. Untuk saat ini sudah tersedia rute menuju ke Stasiun Bandara Kualanamu, Bandar Udara Internasional Minangkabau dan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Nantinya akan terdapat rute menuju Bandar Udara Internasional Adi Soemarmo.
6)      Kereta wisata
PT Kereta Api Indonesia juga menyediakan layanan kereta wisata yang tarifnya disesuaikan dengan harga tiket tertinggi pada kereta yang dirangkaikan dengan kereta wisata tersebut. Gerbong kereta wisata diberi nama Nusantara, Bali, Toraja, Sumatra, Jawa, Imperial, dan Priority. Selain itu, di Ambarawa tersedia pula kereta wisata dengan lokomotif uap bergigi. Di Solo, kereta wisata Punokawan jurusan Purwosari–Wonogiri menelusuri jalan Slamet Riyadi di Kota Solo. Adapun di Sumatra Selatan, tersedia kereta wisata yang diberi nama Kereta Sultan, sedangkan di Sumatra Barat tersedia pula kereta wisata yang bertujuan ke Lembah Anai dan Pantai Pariaman.

2.      Kereta barang
Khusus di Pulau Jawa, pemasaran angkutan barang semula kurang diminati pasar karena dalam perjalanan kalah prioritas dengan kereta penumpang. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan terakhir yang sudah melalui tahapan modernisasi sarana angkutan barang, telah dimungkinkan hadirnya kereta barang dengan kecepatan yang tidak jauh berbeda dengan kereta penumpang sehingga perjalanannya jauh lebih lancar.
Layanan kereta barang yang dilayani saat ini sudah ada beberapa macam seperti kereta pengangkut peti kemas, kereta pengangkut batu bara, kereta pengangkut semen, dan sebagainya.
Untuk mengoptimalkan layanan kereta berbasis barang pada saat ini PT Kereta Api Indonesia membuat anak perusahaan yang bernama PT Kereta Api Logistik (Kalog) yang fungsi utamanya adalah untuk melayani dan mengoperasionalkan layanan barang berbasis kereta api.

ANGGARAN DANA APBN UNTUK PT KAI
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (KAI) mendapatkan suntikan dana segar dari pemerintah. Tak tanggung-tanggung, pemerintah memberikan bantuan anggaran sebesar Rp 3,6 triliun yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2018.
Dilansir laman Setkab.go.id pada Selasa (10/7), bantuan anggaran ini diberikan pemerintah dengan pertimbangan bahwa perusahaan BUMN ini membutuhkan dana untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api Indonesia.
Selain itu, bantuan ini juga merupakan dukungan terhadap proyek strategis nasional yang ditugaskan kepada PT KAI. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi.
"Nilai penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud Rp 3,6 triliun," bunyi Pasal 2 ayat 1 PP tersebut.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan sesuai bunyi Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 4 Juli 2018.

PERANAN PT KAI TERHADAP PEREKONOMIAN NEGARA
PT KAI dengan sistem transportasi yang baik juga akan mampu mendukung program program pemerintah terkait pembangunan ekonomi (economic development) seperti perdagangan regional, promosi investasi, pariwisata, serta dukungan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena transportasi akan menjadi kunci penentu daripada semua kegiatan yang intinya akan meningkatkan nilai tambah dari apapun.
Peran perkeretaapian lainnya :
1.      Mendukung sistem transportasi nasional - terintegrasi dalam mobilitas, logistik dan konektivitas sistem logistik transportasi barang kereta api sebagai moda transportasi umum yang mampu mengangkut dalam jumlah besar (massal), efisien, murah, teratur, terjadwal, andal, aman dan berdampak lingkungan rendah mobilitas penumpang konektivitas nasional-regional (transport, it, energi) penguatan daya saing dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan.
2.      Konstribusi sektor transportasi dan jasa pendukung (gudang dan jasa kurir) hanya sekitar 3,3% dari pdb nasional (tahun 2011 sektor transportasi hanya rp. 254 trilyun dari total pdb rp. 7427 trilyun)  sedangkan konstribusi perkeretaapian hanya kurang dari 1% (rp. 2,3 trilyun) dari total pdb dari sektor transportasi dan jasa penunjang kontribusi perkeretaapian sangat kecil, tetapi strategis.

JUMLAH PEMINAT KERETA API  DI INDONESIA
JAKARTA, KOMPAS.com - PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta mencatat pertumbuhan penumpang kereta api sebesar 3,3 persen sepanjang tahun 2018.  Pada tahun 2018, PT KAI Daop 1 mencatat jumlah penumpang sebanyak 19.183.580 orang, sedangkan pada 2017 lalu jumlah penumpang kereta api mencapai 18.566.930 orang.
Menurut saya, hal ini terjadi karena kereta api merupakan trasnportasi yang murah bisa dijangkau oleh berbagai kalangan. Selain itu, fasilitas perkeretaapian saat ini terbilang cukup baik dan bagus. Sehingga dapat menarik peminat yang cukup banyak.
Mari kita tingkatkan lagi penggunaan trasnportasi umum dengan baik, selain untuk menambah pendapatan negara dan perusahaan, ini juga dapat mengurangi kemacetan yang terjadi.

https://www.slideshare.net/IndonesiaInfrastructure/peran-perkeretaapian-dalam-pembangunan-ekonomi-berkelanjutanhttp://annualreport.id/perusahaan/PT%20KERETA%20API%20INDONESIA%20(PERSERO)


Sabtu, 13 April 2019

Objek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia dan badan hukum), dan dapat menjadi pokok/objek suatu hubungan hukum , karena itu dapat dikuasa oleh subyek hukum.
Contoh, Ahmad dan Ali mengadakan sewa tanah. Tanah di sini adalah objek hukum. Biasanya objek hukum itu adalah benda atau zaak, dan yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh subjek hukum.
Benda menurut Pasal 499 KUH Perdata ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak , yang dapat dikuasai oleh hak milik. Hak disebut juga dengan bagian dari harta kekayaan (vermogens bestanddeel). Harta kekayaan meliputi barang, hak dan hubungan hukum mengenai barang dan hak, diatur dalam buku II dan buku III KUH Perdata. Adapun zaak meliputi barang dan hak diatur dalam Buku II KUH Perdata. Barangg sifatnya berwujud, sedangkan hak sifatnya tidak berwujud.
Menurut ilmu pengetahuan hukum, benda itu dapat diartikan dalam arti luas dan sempit. Benda dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki oleh orang. Pengertian ini meliputi benda-benda yang dapat dilihat, seperti meja, kursi, jam tangan, motor, komputer, mobil, dan sebagainya, dan benda-benda yang tidak dapat dilihat, yaitu berbagai hak seperti hak tagihan, hak cipta, dan lain-lain.
Adapun benda dalam arti sempit adalah segala benda yang dapat dilihat. Menurut Pasal 503 KUH Perdata, bahwa benda itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Benda berwujud, yaitu benda segala sesuatu yang dapat dilihat dan diraba dengan panca indra, contoh : buku, rumah, tanah, meja, kursi, dan lain sebagainya;
2.      Benda tidak berwujud, yaiitu semua hak, contoh : hak cipta, hak atas merek, dan sebagainya.

Selanjutnya dalam pasal 504 KUH Perdata, benda dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu :
1.      Benda bergerak (benda tidak tetap), yaitu benda yang dapat dipindahkan
Benda bergerak dapat dibedakan sebagai berikut :
a.       menurut sifatnya adalah benda yang dapat dipindahkan (Pasal 509 KUH Perdata) misalnya kursi, meja, buku, ternak, mobil dan sebagainya;
b.      Menurut ketentuan undang-undang ialah benda dapat bergerak atau dipindahkan, yaitu hak-hak yang melekat atas benda bergerak (Pasal 511 KUH Perdata) seperti hak memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham-saham perusahaan, piutang-piutang

2.      Benda tetap (tidak bergerak), yaitu benda yang dapat dipindahkan

Adapun benda tidak bergerak (tetap) dapat juga dibedakan sebagai berikut :
a.       menurut sifatnya, benda tersebut tidak dapat dipindahkan, seperti tanah dan segala yang melekat di atasnya, contoh : gedung, bunga, pepohonan;
b.      menurut tujuannya, benda itu tidak dapat dipindahkan, kerena dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokok untuk tujuan tertentu, misalnya mesin-mesing yang di pasang dalam pabrik, tujuannya untuk dipakai tetap dan tidak berpindah-pindah (507 KUH Perdata)
c.       menurut undang-undang benda tersebut tidak dapat bergerak, ialah hak yang melekat atas benda tidak bergerak (Pasal 508 KUH Peredata) seperti hipotik, crediet verband, hak pakai atas benda tidak bergerak, hak memungut hasil atas benda tidak bergerak.

Senin, 08 April 2019

Sejarah Hukum di Indonesia


Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI.
Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti :
1.      menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2.      sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk menetapkan tata hukum Indonesia.
Sikap politik hukum bangsa Indonesia yang menetapkan tata hukum Indonesia tersebut tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia..….disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia”.
Sikap politik hukum untuk memberlakukan hukum masa sebelum kemerdekaan juga dicantumkan dalam pasal II Aturan Peralihan UndangUndang Dasar 1945 (sebelum diamandemen), yang menyatakan “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Adapun ketentuan peralihan UUD RIS 1949 dimuat dalam pasal 192 yang menyatakan “Peraturan-peraturanUndang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undan-gundang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa konstitusi ini (ayat 1). Pelanjutan peraturan-peraturan Undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yan sudah ada sebagai diterangkan dalam ayat satu hanya berlaku, sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Pemulihan Kedaulatan, Statut Uni, persetujuan Peralihan ataupun Persetujuan-persetujuan yang lain yang berhubungan dengan pemulihan kedaulatan dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak berlawanan dengan ketentuan-ketentuan konstitusi ini yang tidak memerlukan peraturan Undang-undang atau tindakan-tindakan penjalankan (ayat 2)”.
Sedangkan ketentuan Peralihan UUDS 1950 tercantum dalam pasal 142 menyebutkan bahwa “Peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha negara yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peratuan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-undang dan ketentuan tata usaha atas kuasa Undang-Undang Dasar ini”.
Kemudian, dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali berlakunya UUD 1945, maka berdasarkan pasal II Aturan Peralihannya segala peaturanperaturan hukum yang berlaku sebelum Dekrit Presiden masih tetap berlaku, termasuk hukum (peraturan perundang-undangan) yang berlaku pada zaman Hindia Belanda (sebelum kemerdekaan Indonesia). Hukum atau peraturan perundang- udangan peninggalan Pemerintahan Kolonial Belanda tersebut antara lain :
1.              Reglemen op de Rechterlijke Organisatie (R.O.)atau Peraturan Organisasi Pengadilan (O.P.);
2.              Alegemene Bepalingen van Wetgeving (A.B.) atau Ketentuan umum tentang perundan-gundangan;
3.              Burgerlijk Weboek (B.W.) dan Wetboek van Koophandel (W.v.K.);
4.              Reglemen of de Burgerlijk Rechsvordering (R.V.)atau peraturan tentang Acara Perdata (A.P.);
5.              Wetboek van Straafrecht (W.v.S.) atau KUHP diundangkan pada tanggal 1 Januari 1915 berdasarkan Stb. 1915 732 berlaku untuk semua golongan penduduk Hindia Belanda;
6.              Herziene Indonesische Reglement = Reglement Indonesia Diperbaharui (RIB). HIR atau RIB ini berisi Hukum Acara Perdata dan Pidana untuk Jawa dan Madura.
7.              Rechtsreglement Buitengewesten untuk daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam Stb. 927-227 pada tanggal 1 Juli 1927.
Empat buah Kitab undang-undang (kodifikasi) yakni R.O, A.B, B.W, W.v.K berlakunya di Hindia Belanda pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan Stb. 1847 23. Untuk memungkinkan berlakunya hukum Belanda bagi golongan penduduk bukan Belanda (Eropa), oleh Pemerintah Hindia Belanda dikeluarkan Peraturan Ketatanegaraan Hindia Belanda atau yang disebut “Indische Staatsregeling” (I.S.) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926 melalui Stb. 1925-577.
Kitab-kitab hukum tersebut berlakunya di Hindia Belanda (Indonesia) didasarkan atas “asaskonkordansi” atau asas keselarasan, artinya hukum yang berlaku di negara lain (Belanda)  diberlakukan sama di tempat lain (Hindia Belanda). Asas Konkordansi (concordantie beginsel) ini diatur dalam Pasal 131 ayat (2)Indische Staatsregeling (I.S). Maksud asas konkordansi tersebut adalah “bahwa terhadap orang Eropa yang berada di Hindia Belanda (Indonesia) diberlakukan hukum perdata asalnya yaitu hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda”.
Berdasarkan pasal 131 ayat (2) IS tersebut, maka hukum yang berlaku bagi orang-orang Belanda dan orang-orang yang disamakan dengan golongan penduduk/orang Belanda di Indonesia harus diberlakukan sama dengan hukum yang berlaku di Negeri Belanda. Jadi tidak ada perbedaan atau diskriminasi pemberlakuan hukum antara penduduk di negara Belanda dengan penduduk di Hindia Belanda (Indonesia).
Mengenai pembagian golongan penduduk Hindia Belanda (saat itu) dan macam-macam hukum (perdata dan dagang) yang berlaku untuk masing-masing golongan penduduk diatur dalam pasal 131 dan 163 Indische Staatsregeling (I.S.). Pasal 131 I.S. berasal dari pasal 75 R.R. lama (Stb. 1855-2). RR singkatan dari Reglement op het Beleid der Regering van Nederlands Indiedisingkat Regeringsreglemen (R.R. = Peraturan Pemerintah). R.R. lama itu akhirnya diubah menjadi Inidische Staatsregeling (I.S.) Stb. 1925-415 dan 416 pada tanggal 23 Juni 1925 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926 menurut Stb. 1925-577. Pasal 131 I.S. merupakan dasar berlakunya B.W. dan W.v.K. di Hindia Belanda. I.S. merupakan pedoman politik hukum pemerintah Belanda untuk memberlakukan hukum-hukum Belanda di Hindia Belanda.
Pasal 131 I.S. terdiri dari 6 ayat yang menyatakan :
Ayat 1. hukum perdata, hukum dagang dan hukum pidana begitu pula hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diatur dalam bentuk undang-undangatau ordonansi;
Ayat 2 sub. a terhadap golongan Eropa harus diberlakukan perundangundangan yang berlaku di
negara Belanda dalam bidang hukum perdata dan hukum dagang (asas konkordansi);
Ayat 2 sub.b terhadap orang Indonesia asli (Pribumi) dan Timur Asing, dapat diberlakukan terhadap hukum Eropa dalam bidang hukum perdata dan hukum dagang bilamana masyarakat menghendaki;
Ayat 3 Untuk hukum acara perdata dan acara pidana berlaku ketentuan yang sama seperti mengenai hukum pidana;
Ayat 4 Orang Indonesia asli (Pribumi) dan Timur Asing, diperbolekan menundukkan diri (onderwerpen) kepada Hukum Eropa baik sebagian atau keseluruhannya. Ketentuan dan akibatnya diatur dengan undang-undang atau ordonansi.
Ayat 5 di daerah-daerah yang berlaku hukum adat, berdasarkan pasal ini diyatakan tidak berlakunya ordonansi;
Ayat 6 hukum adat yang masih berlaku terhadap orang Indonesia asli (Pribumi) dan Timur Asing masih tetap berlaku selama belum diatur dalam undang-undang atau ordonansi
Pemberlakuan kembali hukum (peraturan perundang-undangan kolonial) oleh pasal-pasal Aturan Peralihan UUD 1945 setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, tidak adapat dikatakan bahwa tata hukum Indonesia merupakan kelanjutan dari tata hukum kolonial Belanda atau Jepang. Pemberlakuan peraturan perundang-undangan kolonial dimaksudkan bersifat sementara untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum selama tidak bertentangan dengan jiwa dan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berUndang-Undang Dasar 1945.
Berlakunya kembali UUD 1945 termasuk Pasal II Aturan Peralihannya menimbulkan permasalahan dalam pemberlakuan hukum (peraturan perundang-undangan). Permasalahannya adalah : Apakah peraturan perundang-undangan yang dibuat atau diberlakukan atau hasil produk UUD RIS 1949 dan UUDS 1950, masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 (hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959).
Dalam perkembanganya kerangka pengembangan hukum yang lebih besar tertuang dalam Ketetapan MPR No. IV tahun 1973 tentang GBHN tersebut, dapat disimpulkan adanya 2 (dua) tahap pembangunan hukum, yaitu:
1.              Tahap pembangunan hukum jangka panjang yang bertujuan mengganti tata hukum yang sekarang dengan tata hukum baru yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Indonesia yang sedang mengalami proses pembangunan di segala bidang. Pembangunan hukum disini harus mencakup segala lapangan hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat, baik lapangan hukum perdata, pidana, acara dan sebagainya.
2.              Tahap pembangunan hukum jangka pendek, pembangunan hukum pada tahap ini bersifat sektoral yaitu pembangunan yang menyangkut cabang hukum tertentu.

Sudah sepatutnya dalam mengembangkan hukum di Indonesia (Hukum Nasional) perlu ditekankan pada tujuan dibangunnya Negara Indonesia, tujuan tersebut tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yaitu, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu ada garis besar atau haluan yang dpat menentukan arah kebijakan hukum nasional (politik hukum nasional). Politik Hukum Nasional yang bertujuan meletakkan dasar-dasar negara Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat) yang demokratis dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta berkeTuhanan Yang Maha Esa. Salah satunya adalah mengganti hukum warisan kolonial dengan hukum yang berwatak nasional (NKRI).