KASUS PT TELKOM DENGAN PT ARIA WEST INTERNASIONAL
Perselisihan antara Telkom dengan Aria West terjadi setelah berakhirnya
kesepakatan yang dituangkan dalam MOU untuk mengantisipasi terhambatnya
pelaksanaan pembangunan jaringan sst akibat krisis ekonomi pada tahun 1997.
Pihak Aria West dituduh Telkom tidak mau melaksanakan kewajibannya sesuai KSO
dan tidak mau membayar hak Telkom sebesar Rp. 509 milyar, sedangkan Telkom
dituduh Aria West selalu melakukan intervensi terhadap manajemen Aria West dan
melanggar KSO. Telkom akhirnya secara sepihak memutus perjanjian KSO, sehingga
Aria West menggugat Telkom di Arbitrase Internasional sebesar US$ 1,3 milyar .
Telkom cidera janji
Pernyataan pihak AWI
ini agaknya ingin menegaskan kembali posisi PT Telkom yang dianggap telah
cidera janji dalam kontrak KSO (kerjasama operasi). Sebelumnya, pada
1 April 2001 AWI mengeluarkan rilis yang menyatakan pihaknya akan menyetop
pembayaran pendapatan ke Telkom. Ini terkait dengan tidak dilaksanakannya
kewajiban-kewajiban Telkom dalam kontrak KSO.
Tidak memiliki bukti
Sedangkan menurut
Telkom, mereka telah memenuhi target 107.536 SST dan bahkan realisasinya telah
melebihi target. Seperti diberitakan Kompas, Presiden Komunikasi
Telkom, D. Amarudien, sejak November 1995 telah terbangun sebanyak 152.940 SST
atau ALU (access line unit). Ditambah lagi, semua bukti-buktinya telah
diserahterimakan kepada Direksi AWI pada 16 Juli 1997.
Ketika hal ini
dikonfirmasikan ke AWI, mereka menyatakan berkas-berkas yang diserahkan Telkom
pada 1997 itu hanyalah merupakan klaim, bukan bukti realisasi proyek. Terlebih
lagi, AWI menganggap berkas-berkas tersebut tidak disertai dengan data
pendukung yang cukup.
Dan tidak seperti yang
diberitakan di beberapa media, Denni mengungkapkan bahwa pembayaran MTR yang
dihentikan hanya sebesar 25% dari jumlah yang seharusnya. Sejak 1996 AWI
membayar MTR kepada Telkom sebesar Rp340 miliar. AWI menghentikan pembayaran
pendapatan atas saham tambahan kepada Telkom itu sebagai upaya untuk
mengembalikan kelebihan pembayaran.
Negosiasi buy out tersendat
Sebagai pilihan lain untuk menyelesaikan
sengketa dengan Telkom, AWI saat ini tengah serius menjajaki opsi buy
out. Akan tetapi, lagi-lagi negosiasi buy out pun berjalan
tersendat. Pasalnya, harga yang diajukan Telkom sangat jauh terpaut dengan yang
diinginkan AWI.
Untuk transaksi buy out ini,
AWI mengajukan nilai AS$ 1,3 miliar, sedangkan Telkom di lain pihak merasa
cukup dengan angka AS$ 260 juta. Nilai transaksi kedua mitra bisnis ini memang
terpaut sangat jauh. Argumen Telkom yang menyertai angka AS$ 260 juta mengacu
pada penilaian kinerja AWI.
Di sisi lain, AWI
menyatakan jumlah itu masih jauh dari hasil proyeksi ABN Amro atas transaksi
itu, yaitu sebesar AS$ 675 juta. ABN Amro dalam hal ini, menurut AWI, merupakan
konsultan independen yang tidak ada hubungan bisnis dengan AWI dan juga Telkom.
"Jadi penilaiannya pasti objektif," tegas Denni .
Sebenarnya, saat kontrak KSO ditandatangani pada 1995, AWI dan Telkom sepakat untuk melakukan kerjasama sampai dengan 2010. Kemudian di tengah jalan, lahirlah UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sehingga pemerintah menawarkan mitra KSO Telkom lima opsi, yaitu modifikasi perjanjian, joint venture dengan Telkom atau Indosat, lisensi, dan yang terakhir buy out.
Sengketa antara PT
Telkom dan PT Aria West Internasional (AWI) melalui proses yang berat dan
memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi AWI oleh
PT Telkom pada Tahun 2003. Dalam sangketa ini, Awi menggunakan Pricewaterhouse
Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaikan dilakukan di luar
pengadilan. PT Telkom Memberikan tawaran saham kepada PT Aria West
Internasional.
Telkom bersedia
membeli Aria West senilai US$ 184,5 juta dengan persyaratan adanya keringanan
pajak dan restrukturisasi hutang Aria West senilai US$ 270 juta yang harus
dirampungkan sebelum 30 Agustus 2002.
Pemegang saham Aria West dengan para kreditornya gagal menyepakati
restrukturisasi hutang sampai batas waktu 30 Agustus 2002, kasus berlanjut di arbitrase internasional.
Pada tanggal 1
Agustus 2003 Telkom selesaikan pembelian
Aria West senilai US$ 167,77 juta setelah Aria West mencabut gugatannya di ICC
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) US$ 58,67 juta dibayar secara tunai
(US$ 20 juta telah dibayarkan pada saat penandatanganan perjanjian jual beli
bersyarat pada bulan Mei 2002
2) US$ 109,1 juta akan dibayar
dengan promes (tanpa bunga) dalam 10 kali angsuran untuk tiap semester
3) Telkom menilai aset Aria West
sebesar US$ 160 juta – 180 juta
4) Aria West yang merupakan perusahaan
gabungan Artimas Kencana Murni (52,5%), AT&T (35%) dan Asia Infrastructure Fund (12,5%) telah membangun 290 sst
Referensi :
KASUS AYAM GORENG SUHARTI
Yogyakarta menjadi saksi kelahiran aneka makanan legendaris termasuk Ayam
Goreng Suharti. Perempuan ini mendapat peran untuk bisa lahir dan besar di
daerah istimewa ini.
Bersama dengan
sang suami, Suharti melihat peluang besar untuk mencoba berjualan ayam goreng.
Semula ia menjual dalam jumlah sedikit dan melalui pintu ke pintu. Tahun
1962 menjadi saksi perjuangannya dengan penggunaan nama Mbok Berek dalam merek
dagangannya.
Setelah melihat
banyak kemajuan dari usaha yang digelutinya, Suharti memberanikan diri untuk
melepas nama Mbok Berek dan menggunakan namanya sendiri. Selang 10 tahun, Ayam
Goreng Suharti pun berdiri pertama kali di Jalan Sucipto No. 208, Yogyakarta.
Bangunan tersebut menjadi saksi dan pusat perdagangan bisnis kuliner milik
Suharti.
Semakin sukses usaha yang dijalani Suharti, ada saja masalah yang
menghampirinya. Ternyata ia dikhianati sang suami yang membawa lari semua
usahanya yang sudah mereka rintis sejak awal. Semua cabang yang sudah dibuka
pun diakuisisi oleh suaminya.
Hal tersebut
dipicu oleh kehadiran orang ketiga yang berhasil menggoda sang suami, Sachlan.
Suharti merelakan kejadian pahit tersebut dan memberanikan diri untuk membuka
kembali gerai ayam gorengnya di Semarang.
Dengan keberaniannya, Suharti bangkit di tahun 1991, dan membuat logo baru
yang tidak bisa ditiru oleh orang lain. Ia menggunakan fotonya sendiri dalam
kuliner ayam goreng legendaris ini.
KASUS PT
ASIAN AGRI GROUP
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha
terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto.
Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di
Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).
PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu
memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah.
Bermula dari aksi
Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis
Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November Vincent saat itu
menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui
seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan
dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa
sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi
jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.Pelarian VAS berakhir
setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa.
Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK
untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah
dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang
berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”,
disusun pada sekitar Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG
secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit
mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri
dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli
riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa
ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi
rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.Pembeberan Vincent ini kemudian
ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat
Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan
perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin
Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik
dan intelijen.
Terdapat Rp 2,62 triliun
penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya
perusahaan hingga Rp 1,5 triliun.mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232
miliar.mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri
diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp
2,6 triliun.Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periodeAsian
Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban
pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri
Dari rangkaian
investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang
tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL.
Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung
jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah
mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar