JAKARTA, KOMPAS.com - Awal
tahun ini, perfilman Indonesia diwarnai oleh kisruh masalah hak cipta film
Benyamin Biang Kerok versi terbaru yang tayang pada 1 Maret 2018 lalu.
Beberapa hari setelah itu, Syamsul Fuad,
penulis naskah asli film Benyamin Biang Kerok (1972), menuding dua rumah
produksi dan dua produser film Benyamin versi baru telah melanggar hak cipta.
Syamsul juga menuntut royalti.
Persoalan itu kemudian bergulir hingga
muncul skenario gugatan balik Max Pictures, salah satu rumah produksi yang
membuat Benyamin Biang Kerok (2018), terhadap Syamsul.
Sejak kapan masalah hak cipta itu
bermula dan bagaimana duduk persoalannya? Berikut kronologi kasus tersebut yang
dirangkum Kompas.com:
5 Maret 2018, Hak Cipta Benyamin Biang Kerok Digugat
Syamsul Fuad melalui tim kuasa hukumnya
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Falcon Pictures
dan Max Pictures. Tak hanya itu, bos Falcon Pictures, HB Naveen, dan produser
film tersebut Ody Mulya Hidayat juga ikut menjadi pihak tergugat.
Dalam gugatannya, Syamsul menuding empat tergugat itu telah
melakukan pelanggaran hak cipta atas cerita Benyamin Biang Kerok dan Biang
Kerok Beruntung yang ia tulis pada 1972.
Penulis berusia 81 tahun ini juga menuntut ganti rugi
materiil sebesar Rp 1 miliar untuk harga penjualan hak cipta film Benyamin
Biang Kerok yang tayang 1 Maret 2018 lalu. Selain itu, Syamsul meminta royalti
penjualan tiket film tersebut senilai Rp 1.000 per tiket.
Tak berhenti di situ, ia pun menggugat
para tergugat untuk membayar ganti rugi immateril sebesar Rp 10 miliar yang
mencakup kerugigan akan hak moralnya sebagai pencipta atau pemegang hak cipta
cerita Benyamin Biang Kerok.
Terakhir, Syamsul meminta para tergugat
melakukan permohonan maaf kepadanya dan klarifikasi melalui media massa
terhadap masyarakat atas pelanggaran hak cipta tersebut.
22 Maret 2018, Sidang Perdana Kasus Dugaan Pelanggaran Hak Cipta Benyamin
Biang Kerok
Sidang gugatan hak cipta yang diajukan
penulis Syamsul Fuad terhadap rumah produksi dan produser film Benyamin Biang
Kerok ke PN Jakarta Pusat digelar perdana pada 22 Maret
Namun, sidang ditunda hingga dua pekan ke depan tepatnya pada
5 April 2018, lantaran para tergugat tak hadir.
Ketika itu, Kepala Humas Pengadilan
Negeri, Niaga, Tipikor, HAM Jakarta Pusat Jamaludin Samosir mengatakan bahwa
tak ada informasi yang jelas dari pihak tergugat mengenai alasan mangkirnya.
23 Maret 2018, Max Pictures Menggugat Balik
Diam-diam, sehari setelah sidang pertama
dari gugatan Syamsul, pihak Max Pictures lewat kuasa hukumnya RM Bagiono
melayangkan gugatan balik ke PN Jakarta Pusat.
Dari laman resmi PN Jakarta Pusat,
perkara bernomor 175/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst itu diketahui didaftarkan pada 23
Maret 2018.
Salah satu rumah produksi yang membuat
film Benyamin Biang Kerok versi baru itu menggugat
balik Syamsul dan menuntut ganti rugi senilai Rp 50 miliar, dengan rincian
kerugian materiil sebesar Rp 35 miliar dan immaterial Rp 15 miliar.
Dalam materi gugatannya tercantum bahwa
Max Pictures mengaku sudah memiliki izin dari Yayasan Benyamin Suaeb tertanggal
29 September 2016 untuk memproduksi film Benyamin Biang Kerok dengan
cerita baru.
Karena itu, pihak Max Pictures merasa
memiliki hak yang sah secara hukum atas film tersebut.
5 April 2018, Sidang Lanjutan Ditunda karena Masalah Surat Kuasa
Sidang kedua kasus dugaan pelanggaran
hak cipta film Benyamin Biang Kerok yang digelar di
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (5/4/2018), ditunda lagi.
Kuasa hukum pihak tergugat, Atep
Koswara, menjelaskan bahwa pihaknya meminta waktu kepada majelis hakim untuk
membenahi dokumen surat kuasa mereka.
Sidang yang ditunda hingga dua kali itu
membuat Syamsul
Fuad merasa diremehkan oleh rumah produksi dan produser yang membuat
versi baru dari film tersebut. Ia menilai gugatannya disepelekan.
17 April 2018, Syamsul Fuad Dituduh Pengaruhi Jumlah Penonton Benyamin
Biang Kerok
Syamsul Fuad mengatakan bahwa ia dituduh
sebagai penyebab film Benyamin Biang Kerok (2018) tidak
mencapai target enam juta penonton.
Kompas.com juga
menerima copy berkas gugatan yang dilayangkan penggugat Max
Pictures kepada Syamsul sebagai tergugat. Pada poin 10 berkas gugatan itu
tertulis:
Bahwa dikarenakan perbuatan yang dilakukan
oleh Tergugat tersebut. Penggugat mengalami kerugian dengan asumsi dan
perhitungan sebagai berikut; Penggugat seharusnya mendapat penonton 6 (enam)
juta penonton, tetapi kenyataannya hanya 600.000 (enam ratus ribu) penonton
sehingga kerugian materiil yang timbul sebesar kurang lebih Rp 35.000.000.000
dan kerugian immaterial sebesar Rp 15.000.000.000
19 April 2018, Jawaban dari Tergugat
Tim kuasa hukum rumah produksi film Benyamin
Biang Kerok (2018), Falcon
Pictures dan Max Pictures, menyampaikan dua bukti sebagai tanggapan
atas gugatan Syamsul Fuad.
Atep Koswara, kuasa hukum dua rumah
produksi itu, menyerahkan dokumen bukti tersebut kepada majelis hakim di ruang
sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018) siang.
Ditemui terpisah, kuasa hukum Syamsul,
Bakhtiar Yusuf, mengungkap tanggapan dari tim kuasa hukum para tergugat itu
berupa bukti surat perjanjian pengalihan atau jual beli hak cipta film
tersebut.
Disebutkan ada perjanjian pengalihan hak
cipta atau jual beli hak cipta film Benyamin Biang Kerok pada
2010 dengan PT Layar Cipta Karya Mas Film.
Mengenai jawaban tergugat atas gugatan
kliennya, Bakhtiar akan menyampaikan tanggapan sebagai penggugat di sidang
berikutnya yang digelar pada Kamis (26/4/2018) mendatang.
20 April 2018, Falcon Pictures Angkat Bicara
Falcon Pictures, rumah produksi yang
membuat film Benyamin Biang Kerok versi baru, akhirnya buka suara tentang
kisruh hak cipta film tersebut.
Melalui konsultan hukumnya, Lydia
Wongso,Falcon
Pictures mengaku sudah membeli hak cipta Benyamin
Biang Kerok. Bahkan, telah mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI).
Namun, Falcon Pictures belum mau membuka
secara rinci pada siapa mereka membeli hak cipta film Benyamin Biang
Kerok. Pada intinya, lanjut Lydia, pihaknya bersama Max Pictures telah
melakukan pembelian itu sejak 21 Oktober 2010 lalu.
Falcon Pictures menyebut Syamsul Fuad,
salah alamat menggugat mereka soal hak cipta. Dalam konferensi pers di Kantor
Falcon Pictures, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (20/4/2018) sore,
Lydia mengatakan, Syamsul bukanlah pemegang hak cipta cerita Benyamin
Biang Kerok yang diproduksi ulang ke versi masa kini oleh sutradara
Hanung Bramantyo.
Menurut Lydia, ketika Syamsul menulis naskah
untuk film Benyamin yang diproduksi pada 1972 itu, maka hak
cipta cerita tersebut otomatis dipegang oleh produser atau rumah produksi film
itu, atau siapa pun pihak yang mempekerjakan Syamsul Fuad sebagai penulis
naskah ketika itu.
Karena merasa perlu meluruskan hal
tersebut, Lydia mengatakan bahwa Falcon Pictures akan menggugat balik Syamsul
Fuad.
Namun, ia menjelaskan Falcon Pictures
tak akan menuntut ganti rugi materiil dengan nilai besar maupun menuding
Syamsul telah mencemarkan nama baik.
Lydia menambahkan niat Falcon Pictures
menggugat balik Syamsul hanya untuk meluruskan persoalan dan memberi pelajaran,
tanpa menuntut ganti rugi materiil.
20 April 2018, Falcon Pictures Siap Berdamai dengan Syamsul Fuad
Falcon Pictures siap berdamai dengan Syamsul
Fuad untuk menyelesaikan masalah hak cipta film Benyamin Biang Kerok versi
baru.
Namun, konsultan hukum Falcon Pictures,
Lydia Wongso, mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi apabila Syamsul juga punya
niat yang sama untuk menempuh jalan damai.
Lydia menambahkan kliennya menghormati
Syamsul Fuad sebagai sineas senior dan penulis cerita asli Benyamin
Biang Kerok. Karena itu, apabila dari pihak Syamsul berniat damai, mereka
akan menyambut baik.
Referensi :
https://entertainment.kompas.com/read/2018/04/21/121722710/kronologi-kasus-dugaan-pelanggaran-hak-cipta-film-benyamin-biang-kerok?page=all
Tidak ada komentar:
Posting Komentar