Rabu, 17 Juli 2019

Kasus Dugaan Pelanggaran Hak Cipta Film Benyamin Biang Kerok

JAKARTA, KOMPAS.com - Awal tahun ini, perfilman Indonesia diwarnai oleh kisruh masalah hak cipta film Benyamin Biang Kerok versi terbaru yang tayang pada 1 Maret 2018 lalu.
Beberapa hari setelah itu, Syamsul Fuad, penulis naskah asli film Benyamin Biang Kerok (1972), menuding dua rumah produksi dan dua produser film Benyamin versi baru telah melanggar hak cipta. Syamsul juga menuntut royalti.
Persoalan itu kemudian bergulir hingga muncul skenario gugatan balik Max Pictures, salah satu rumah produksi yang membuat Benyamin Biang Kerok (2018), terhadap Syamsul.
Sejak kapan masalah hak cipta itu bermula dan bagaimana duduk persoalannya? Berikut kronologi kasus tersebut yang dirangkum Kompas.com:

5 Maret 2018, Hak Cipta Benyamin Biang Kerok Digugat
Syamsul Fuad melalui tim kuasa hukumnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Falcon Pictures dan Max Pictures. Tak hanya itu, bos Falcon Pictures, HB Naveen, dan produser film tersebut Ody Mulya Hidayat juga ikut menjadi pihak tergugat.
Dalam gugatannya, Syamsul menuding empat tergugat itu telah melakukan pelanggaran hak cipta atas cerita Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung yang ia tulis pada 1972.
Penulis berusia 81 tahun ini juga menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 1 miliar untuk harga penjualan hak cipta film Benyamin Biang Kerok yang tayang 1 Maret 2018 lalu. Selain itu, Syamsul meminta royalti penjualan tiket film tersebut senilai Rp 1.000 per tiket.
Tak berhenti di situ, ia pun menggugat para tergugat untuk membayar ganti rugi immateril sebesar Rp 10 miliar yang mencakup kerugigan akan hak moralnya sebagai pencipta atau pemegang hak cipta cerita Benyamin Biang Kerok.
Terakhir, Syamsul meminta para tergugat melakukan permohonan maaf kepadanya dan klarifikasi melalui media massa terhadap masyarakat atas pelanggaran hak cipta tersebut.

22 Maret 2018, Sidang Perdana Kasus Dugaan Pelanggaran Hak Cipta Benyamin Biang Kerok
Sidang gugatan hak cipta yang diajukan penulis Syamsul Fuad terhadap rumah produksi dan produser film Benyamin Biang Kerok ke PN Jakarta Pusat digelar perdana pada 22 Maret
Namun, sidang ditunda hingga dua pekan ke depan tepatnya pada 5 April 2018, lantaran para tergugat tak hadir.
Ketika itu, Kepala Humas Pengadilan Negeri, Niaga, Tipikor, HAM Jakarta Pusat Jamaludin Samosir mengatakan bahwa tak ada informasi yang jelas dari pihak tergugat mengenai alasan mangkirnya.

23 Maret 2018, Max Pictures Menggugat Balik
Diam-diam, sehari setelah sidang pertama dari gugatan Syamsul, pihak Max Pictures lewat kuasa hukumnya RM Bagiono melayangkan gugatan balik ke PN Jakarta Pusat.
Dari laman resmi PN Jakarta Pusat, perkara bernomor 175/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst itu diketahui didaftarkan pada 23 Maret 2018.
Salah satu rumah produksi yang membuat film Benyamin Biang Kerok versi baru itu menggugat balik Syamsul dan menuntut ganti rugi senilai Rp 50 miliar, dengan rincian kerugian materiil sebesar Rp 35 miliar dan immaterial Rp 15 miliar.
Dalam materi gugatannya tercantum bahwa Max Pictures mengaku sudah memiliki izin dari Yayasan Benyamin Suaeb tertanggal 29 September 2016 untuk memproduksi film Benyamin Biang Kerok dengan cerita baru.
Karena itu, pihak Max Pictures merasa memiliki hak yang sah secara hukum atas film tersebut.

5 April 2018, Sidang Lanjutan Ditunda karena Masalah Surat Kuasa
Sidang kedua kasus dugaan pelanggaran hak cipta film Benyamin Biang Kerok yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (5/4/2018), ditunda lagi.
Kuasa hukum pihak tergugat, Atep Koswara, menjelaskan bahwa pihaknya meminta waktu kepada majelis hakim untuk membenahi dokumen surat kuasa mereka.
Sidang yang ditunda hingga dua kali itu membuat Syamsul Fuad merasa diremehkan oleh rumah produksi dan produser yang membuat versi baru dari film tersebut. Ia menilai gugatannya disepelekan.

17 April 2018, Syamsul Fuad Dituduh Pengaruhi Jumlah Penonton Benyamin Biang Kerok
Syamsul Fuad mengatakan bahwa ia dituduh sebagai penyebab film Benyamin Biang Kerok (2018) tidak mencapai target enam juta penonton.
Kompas.com juga menerima copy berkas gugatan yang dilayangkan penggugat Max Pictures kepada Syamsul sebagai tergugat. Pada poin 10 berkas gugatan itu tertulis:
Bahwa dikarenakan perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat tersebut. Penggugat mengalami kerugian dengan asumsi dan perhitungan sebagai berikut; Penggugat seharusnya mendapat penonton 6 (enam) juta penonton, tetapi kenyataannya hanya 600.000 (enam ratus ribu) penonton sehingga kerugian materiil yang timbul sebesar kurang lebih Rp 35.000.000.000 dan kerugian immaterial sebesar Rp 15.000.000.000

19 April 2018, Jawaban dari Tergugat
Tim kuasa hukum rumah produksi film Benyamin Biang Kerok (2018), Falcon Pictures dan Max Pictures, menyampaikan dua bukti sebagai tanggapan atas gugatan Syamsul Fuad.
Atep Koswara, kuasa hukum dua rumah produksi itu, menyerahkan dokumen bukti tersebut kepada majelis hakim di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018) siang.
Ditemui terpisah, kuasa hukum Syamsul, Bakhtiar Yusuf, mengungkap tanggapan dari tim kuasa hukum para tergugat itu berupa bukti surat perjanjian pengalihan atau jual beli hak cipta film tersebut.
Disebutkan ada perjanjian pengalihan hak cipta atau jual beli hak cipta film Benyamin Biang Kerok pada 2010 dengan PT Layar Cipta Karya Mas Film.
Mengenai jawaban tergugat atas gugatan kliennya, Bakhtiar akan menyampaikan tanggapan sebagai penggugat di sidang berikutnya yang digelar pada Kamis (26/4/2018) mendatang.

20 April 2018, Falcon Pictures Angkat Bicara
Falcon Pictures, rumah produksi yang membuat film Benyamin Biang Kerok versi baru, akhirnya buka suara tentang kisruh hak cipta film tersebut.
Melalui konsultan hukumnya, Lydia Wongso,Falcon Pictures mengaku sudah membeli hak cipta Benyamin Biang Kerok. Bahkan, telah mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
Namun, Falcon Pictures belum mau membuka secara rinci pada siapa mereka membeli hak cipta film Benyamin Biang Kerok. Pada intinya, lanjut Lydia, pihaknya bersama Max Pictures telah melakukan pembelian itu sejak 21 Oktober 2010 lalu.
Falcon Pictures menyebut Syamsul Fuad, salah alamat menggugat mereka soal hak cipta. Dalam konferensi pers di Kantor Falcon Pictures, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (20/4/2018) sore, Lydia mengatakan, Syamsul bukanlah pemegang hak cipta cerita Benyamin Biang Kerok yang diproduksi ulang ke versi masa kini oleh sutradara Hanung Bramantyo.
Menurut Lydia, ketika Syamsul menulis naskah untuk film Benyamin yang diproduksi pada 1972 itu, maka hak cipta cerita tersebut otomatis dipegang oleh produser atau rumah produksi film itu, atau siapa pun pihak yang mempekerjakan Syamsul Fuad sebagai penulis naskah ketika itu.
Karena merasa perlu meluruskan hal tersebut, Lydia mengatakan bahwa Falcon Pictures akan menggugat balik Syamsul Fuad.
Namun, ia menjelaskan Falcon Pictures tak akan menuntut ganti rugi materiil dengan nilai besar maupun menuding Syamsul telah mencemarkan nama baik.
Lydia menambahkan niat Falcon Pictures menggugat balik Syamsul hanya untuk meluruskan persoalan dan memberi pelajaran, tanpa menuntut ganti rugi materiil.

20 April 2018, Falcon Pictures Siap Berdamai dengan Syamsul Fuad
Falcon Pictures siap berdamai dengan Syamsul Fuad untuk menyelesaikan masalah hak cipta film Benyamin Biang Kerok versi baru.
Namun, konsultan hukum Falcon Pictures, Lydia Wongso, mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi apabila Syamsul juga punya niat yang sama untuk menempuh jalan damai.
Lydia menambahkan kliennya menghormati Syamsul Fuad sebagai sineas senior dan penulis cerita asli Benyamin Biang Kerok. Karena itu, apabila dari pihak Syamsul berniat damai, mereka akan menyambut baik.


Referensi :
https://entertainment.kompas.com/read/2018/04/21/121722710/kronologi-kasus-dugaan-pelanggaran-hak-cipta-film-benyamin-biang-kerok?page=all

Kronologi kasus yang menimpa Prita Mulyasari


Mulai dari awal dia berobat ke RS Omni International sampai kemudian digugat secara perdata dan pidana lalu dipenjara selama tiga minggu lamanya. 
Saya hanya bisa bilang, "Cukup Prita yang mengalami kejadian seperti ini": 

7 Agustus 2008, 20:30
Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif demam berdarah. 

8 Agustus 2008
Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat. 

9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi.  

10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri. 

11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid. Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular. 

15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul "Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra". Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online. 

30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com

5 September 2008
RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus. 

22 September 2008
Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh pelanggannya. 

8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia. 

24 September 2008
Gugatan perdata masuk. 

11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan banding. 

13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh Omni. 

2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang. 

3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota. 

4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. 
Update kronologi:

25 Juni 2009
Prita diputus bebas oleh PN Tangerang.

29 September 2010
Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Banten yang sebelumnya mengabulkan gugatan perdata Omni dan memerintahkan Prita membayar ganti rugi Rp 204 juta atas perbuatan pencemaran baik. Sidang kasasi dipimpin oleh Ketua MA Harifin Tumpa.

30 Juni 2011
MA mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis hakim yang dipimpin oleh Imam Harjadi, Zaharuddin Utama dan Salman Luthan ini memvonis Prita 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun. Prita tidak dipenjara sepanjang tidak mengulangi perbuatannya dalam waktu satu tahun ke depan. Tapi Hakim Salman menyatakan beda pendapat, menurutnya Prita tidak bersalah.

17 September 2012
Mahkamah Agung membebaskan Prita dari semua dakwaan alias bebas murni. Putusan itu dibacakan dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) oleh majelis PK yang diketuai Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko beranggotakan hakim anggota hakim agung Surya Jaya dan Suhadi. Majelis memerintahkan agar Prita dipulihkan nama baik, harkat, dan kedudukannya.
NB: Kejadian di RS Omni International berdasarkan email/surat pembaca yang dibuat Prita.  

ISI BANTAHAN YANG DIMUAT DI HARIAN KOMPAS DAN MEDIA INDONESIA (2008):
PENGUMUMAN & BANTAHAN
Kami, RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS, Advokat dan Konsultan HKI, berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N; Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari SAUDARI PRITA MULYASARI beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang (mail from: prita.mulyasari@yahoo.com) kepada customer_care @banksinarmas.com, dan telah disebar-luaskan ke berbagai alamat email lainnya, dengan judul ‘PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA TANGERANG’; Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan pihak ketiga, ‘BANTAHAN kami’ atas surat terbuka tersebut sebagai berikut : 
BAHWA ISI SURAT ELEKTRONIK (E-MAIL) TERBUKA TERSEBUT TIDAK BENAR SERTA TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA YANG SEBENARNYA TERJADI (TIDAK ADA PENYIMPANGAN DALAM SOP DAN ETIK), SEHINGGA ISI SURAT TERSEBUT TELAH MENYESATKAN KEPADA PARA PEMBACA KHUSUSNYA PASIEN, DOKTER, RELASI OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, RELASI Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, DAN RELASI Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MASYARAKAT LUAS BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR NEGERI. 
BAHWA TINDAKAN SAUDARI PRITA MULYASARI YANG TIDAK BERTANGGUNG-JAWAB TERSEBUT TELAH MENCEMARKAN NAMA BAIK OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MENIMBULKAN KERUGIAN BAIK MATERIL MAUPUN IMMATERIL BAGI KLIEN KAMI. 
BAHWA ATAS TUDUHAN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAN TIDAK BERDASAR HUKUM TERSEBUT, KLIEN KAMI SAAT INI AKAN MELAKUKAN UPAYA HUKUM TERHADAP SAUDARI PRITA MULYASARI BAIK SECARA HUKUM PIDANA MAUPUN SECARA HUKUM PERDATA. 
Demikian PENGUMUMAN & BANTAHAN ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan berisi kebohongan tersebut. 

Jakarta, 8 September 2008. 
Kuasa Hukum OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS. Ttd. Ttd. Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H. Advokat & Konsultan HKI. Advokat. Ttd. Ttd. Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H. Advokat. Advokat



Referensi :
https://www.kompasiana.com/iskandarjet/54fd5ee9a33311021750fb34/kronologi-kasus-prita%20mulyasari

Minggu, 14 Juli 2019

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)


Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI adalah suatu badan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia guna penegakan hukum di Indonesia dalam penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi diberbagai sektor perdagangan, industri dan keuangan, melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya antara lain di bidang-bidang korporasiasuransilembaga keuanganpabrikasihak kekayaan intelektuallisensiwaralabakonstruksipelayaran / maritimlingkungan hiduppenginderaan jarak jauh, dan lain-lain dalam lingkup peraturan perundang-undangan dan kebiasaan internasional. Badan ini bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan.
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) berdiri pada tanggal 3 Desember 1977 atas prakarsa Prof. R.Soebekti, S.H., Harjono Tjitrosoebono, S.H., dan Prof. Dr. Priyatna Abdurrasyid serta Marsekal (Purn.) Suwoto Sukendar, Julius Tahija dan J. Abubakar, S.H. dengan dukungan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Setelah bertahun-tahun kemudian, sejak tahun 2006 BANI diselenggarakan berdasarkan Statuta BANI tanggal 11 Oktober 2006.
Selanjutnya pada tahun 2016, BANI bertransformasi dari suatu bentuk yang belum berbadan hukum menjadi sebuah Perkumpulan Berbadan Hukum karena Statuta BANI dirasakan sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan perkembangan BANI. Transformasi tersebut dilakukan oleh 5 (lima) orang Arbiter BANI yang mengambil inisiatif untuk melakukan pembaharuan BANI dengan akta No. 23 tanggal 14 Juni 2016 yang dibuat dihadapan Ny. Hj. Devi Kantini Rolaswati, S.H., M.Kn., Notaris di Jakarta, dan akta tersebut telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No. AHU-0064837.AH.01.07.TAHUN 2016, tanggal 20 Juni 2016.
Melalui transformasi tersebut, BANI diharapkan dapat menjadi Lembaga Arbitrase yang menerapkan tata kelola yang baik dan dapat memberikan layanan penyelesaian sengketa yang lebih baik lagi kepada masyarakat.
Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah suatu cara untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat perdata oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

Lingkup Jasa BANI 
BANI menyediakan layanan Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan yang terdiri dari Arbitrase, Mediasi, dan pemberian Pendapat yang mengikat di bidang perdagangan atau bisnis, baik sengketa antara:
1.      Para Pihak sesama Warga Negara Indonesia/ badan hukum Indonesia; atau
2.      Pihak Indonesia dengan Pihak asing; atau
3.      Para Pihak sesama Warga Negara Asing/ badan hukum asing.
BANI hanya berwenang memeriksa dan memutus suatu perkara sepanjang di antara Para Pihak yang bersengketa telah memiliki kesepakatan/ perjanjian untuk menyelesaikan sengketa ke BANI.
Adapun lingkup sengketa perdagangan atau bisnis yang dapat diselesaikan di BANI adalah semua transaksi bisnis termasuk namun tidak terbatas pada bidang-bidang tersebut di bawah ini:
  1. perdagangan komoditi;
  2. perbankan;
  3. property & kawasan berikat;
  4. perasuransian;
  5. manufakturing;
  6. penelitian & pengembangan teknologi;
  7. pasar modal;
  8. Hak Kekayaan Intelektual & franchise;
  9. arsitektur & konstruksi;
  10. telekomunikasi, komunikasi & informatika;
  11. peternakan & perikanan;
  12. pemanfaatan ruang udara & angkasa;
  13. periklanan;
  14. hiburan;
  15. penyiaran;
  16. perfilman;
  17. perkebunan;
  18. restoran,catering, cafe & kulinari;
  19. pertambangan & energy;
  20. lingkungan hidup;
  21. pengiriman, pengangkutan & transportasi darat, laut & udara;
  22. elektronika, lisensi perangkat lunak, IT solution, e-commerce;
  23. pembiayaan, modal ventura, penjaminan, pergadaian & jasa keuangan non-bank lainnya.

Struktur Organisasi
Setelah BANI bertransformasi menjadi sebuah Perkumpulan Berbadan Hukum, BANI memiliki struktur organisasi yang lebih dapat menjamin tata kelola (governance) yang lebih baik karena:
1.      Dalam struktur organisasi BANI terdapat pembagian fungsi dan tugas yang jelas dan proporsional yang memungkinkan adanya kelancaran layanan dan kegiatan Sekretariat tanpa mengesampingkan pentingnya fungsi dan mekanisme pengawasan, pelaporan serta check and balance antara Dewan Pengurus, Dewan Pengawas dan Rapat Umum Anggota;
2.      Kemandirian dan imparsialitas para Arbiter/ Mediator dalam menangani perkara tetap terjaga - tidak seorangpun boleh ditunjuk sebagai Arbiter/ Mediator jika yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan kasus yang ditangani atau dengan salah satu pihak yang bersengketa/ kuasa hukumnya, atau pun menunjukkan sikap yang berpihak;
3.      Dewan Pengurus tidak memiliki kepentingan yang bersifat ekonomis terhadap perkara yang diselesaikan di BANI karena seseorang tidak boleh ditunjuk sebagai Arbiter selama orang tersebut menjabat sebagai Dewan Pengurus - hal ini dimaksudkan agar Dewan Pengurus dapat lebih berfokus pada manajemen organisasi serta kegiatan sosialisasi dan edukasi.
Struktur Organisasi BANI terdiri dari:
1.      Struktural:
a.       Rapat Umum Anggota;
b.      Dewan Pengawas;
c.       Dewan Pengurus;
d.      Sekretariat.

2.      Non-struktural (fungsional):
a.       Majelis Etik;
b.      Komite-komite yang bersifat ad hoc lainnya yang dibentuk oleh Dewan Pengawas.

Prosedur Arbitrase
Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis mencantumkan klausula arbitrase yaitu kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di antara mereka sehubungan dengan perjanjian atau transaksi bisnis yang bersangkutan ke arbitrase di hadapan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau menggunakan peraturan prosedur BANI, maka sengketa tersebut akan diselesaikan dibawah penyeleng­garaan BANI berdasarkan peraturan tersebut, dengan mem­perhatikan ketentuan-ketentuan khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa dan kebijaksanaan BANI. Penyelesaian sengketa secara damai melalui arbitrase di BANI dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandasan tata cara kooperatif dan non-konfrontatif.
1.      Perwakilan para pihak
Para Pihak dapat menunjuk wakilnya / kuasanya dalam penyelesaian sengketa yang diajukan ke BANI dengan suatu surat kuasa khusus
Namun apabila yang menjadi wakil adalah seorang penasehat asing atau penasehat hukum asing dan perkara arbitrase tersebut adalah mengenai seng­keta yang tunduk kepada hukum Indonesia, maka penasehat asing atau penasehat hukum asing hanya dapat hadir apabila didam­pingi penasehat atau penasehat hukum Indonesia.
2.      Permohonan Arbitrase
Pendaftaran dan penyampaian permohonan arbitrase diajukan oleh pihak yang memulai proses arbitrase ("pemohon") pada sekretariat BANI.
3.      Arbiter
Dalam Permohonan Arbitrase Pemohon dan dalam Jawaban Termohon atas Permohonan tersebut Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua BANI.
Yang dapat dipilih oleh para pihak sebagai arbiter hanyalah mereka yang diakui termasuk dalam daftar arbiter yang disediakan oleh BANI dan atau memiliki sertifikat ADR/Arbitrase yang diakui oleh BANI dapat bertindak selaku arbiter berdasarkan peraturan prosedur BANI.
Arbiter harus sekurang-kurangnya terdiri dari seorang arbiter ( arbiter tunggal ) atau tiga orang arbiter tergantung pada kesepakatan para pihak yang diatur sebelumnya dalam perjanjian antara mereka.

Kerja sama BANI
Dalam rangka mengembangkan arbitrase internasional dan berbagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa di bidang komersial antara para pengusaha di negara-negara yang bersangkutan, maka BANI telah mengadakan kesepakatan kerjasama dengan berbagai lembaga di negara-negara, antara lain dengan:
1.      The Japan Commercial Arbitration Association (JCAA)
2.      The Netherlands Arbitration Institute ( NAI)
3.      The Korean Commercial Arbitration Board (KCAB)
4.      Australian Centre for International Commercial Arbitration (ACICA)
5.      The Philippines Dispute Resolution Centre Inc (PDRCI)
6.      Hong Kong International Arbitration Centre (HKIAC)
7.      The Foundation for International Commercial Arbitration dan Alternative Dispute Resolution (SICA-FICA)

Rapat Umum Anggota
Para Anggota BANI adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi BANI melalui forum Rapat Umum Anggota ("RUA"). Anggota BANI adalah orang-perseorangan Warga Negara Indonesia yang telah diangkat sebagai Arbiter BANI.
RUA BANI terdiri dari:
a.       RUA Tahunan, diselenggarakan sekali dalam setahun paling lambat pada bulan Juni. Agenda utama dalam RUA Tahunan adalah penyampaian Laporan Tahunan beserta Laporan Audit Tahun Buku yang lalu, dan penunjukan Kantor Akuntan Publik yang akan memeriksa Laporan Keuangan untuk Tahun Buku yang berjalan. Dalam RUA Tahunan juga dapat dibicarakan pemilihan/ penggantian Dewan Pengawas dan laporan Dewan Pengawas mengenai pemilihan/ penggantian Dewan Pengurus yang dilakukannya.
b.      RUA Luar Biasa, diselenggarakan untuk keperluan mengesahkan Rencana Kerja & Anggaran Tahunan, mengubah/ menambah/ mengganti Anggaran Dasar, memeriksa ditingkat akhir terhadap permohonan banding atas pemecatan Arbiter, dan hal-hal lain yang dianggap penting dan relevan dengan keberlangsungan BANI.

Dewan Pengawas
Dewan Pengawas adalah organ dalam struktur organisasi BANI yang menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Dewan Pengurus dan memberikan nasehat kepada Dewan Pengurus. Selain itu Dewan Pengawas memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
a.       Mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Pengurus;
b.      Mengangkat dan memberhentikan Arbiter/ Mediator BANI;
c.       Membentuk Majelis Etik;
d.      Membuat peraturan mengenai syarat-syarat menjadi Arbiter/ Mediator BANI;
e.       Membuat peraturan mengenai Kode Etik Arbiter/ Mediator BANI;
f.       Membuat peraturan mengenai biaya-biaya penyelesaian sengketa di BANI;
g.      Memberikan persetujuan/ penolakan terhadap Rencana Kerja & Anggaran Tahunan sebelum diajukan oleh Dewan Pengurus kepada RUA; dan
h.      Melakukan audit investigasi, berupa audit keuangan dan atau audit hukum, jika diduga ada misconduct/ mismanagement dalam pengelolaan BANI.

Keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu anggota tetap yang berasal dari mereka yang menandatangani akta No. 23 tanggal 14 Juni 2016, dan anggota tidak tetap yang diangkat oleh RUA dari kalangan Arbiter BANI untuk periode 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali setelah lewat 1 (satu) periode.

Dewan Pengurus
Dewan Pengurus adalah organ dalam struktur organisasi BANI yang menjalankan fungsi pengelolaan/ manajemen BANI. Selain itu Dewan Pengurus memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
1.      Mewakili BANI di dalam mau pun di luar pengadilan;
2.      Membawahi Sekretariat BANI;
3.      Menetapkan Peraturan & Acara BANI selain berkenaan dengan biaya, pengangkatan Arbiter dan Kode Etik;
4.      Menetapkan peraturan kepegawaian dan prosedur keuangan;
5.      Mengangkat sekretaris sidang;
6.      Mengangkat dan memberhentikan pegawai BANI;

Dalam melakukan tindakan tersebut di bawah ini harus mendapatkan persetujuan Dewan Pengawas, yaitu:
  1. membeli barang-barang tidak bergerak untuk menjadi milik BANI;
  2. menjual barang-barang tidak bergerak milik BANI;
  3. meminjam atau meminjamkan uang atas nama BANI;
  4. mempertanggungkan/ membebani kekayaan BANI sebagai jaminan utang BANI; dan
  5. mengikat BANI sebagai penjamin.
Keanggotaan Dewan Pengurus diangkat oleh Dewan Pengawas untuk periode 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali, maksimal 2 (dua) periode berturut-turut.

Pendanaan BANI
Pemasukan keuangan BANI berasal dari beberapa sumber, yaitu:
  1. Modal awal dari Pendiri;
  2. Iuran Anggota;
  3. Biaya Arbitrase;
  4. Sumbangan atau hibah pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat yang diterima dari siapapun juga, baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri, baik dari Pemerintah maupun swasta;
  5. Pinjaman yang diperoleh oleh BANI;
  6. Pemasukan lain yang sah menurut hukum.
Setiap tanggal 31 Desember, buku-buku BANI akan ditutup, dan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Maret tahun berikutnya, Dewan Pengurus akan membuat Laporan Keuangan BANI berupa Neraca dan Laporan Laba/ Rugi yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.


Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia#cite_ref-1
http://www.baniarbitraseindonesia.org/id_bani.php